Anggota DPR: Evakuasi Warga Gaza ke Pulau Galang Berpotensi Jadi Bumerang Diplomasi
Rencana evakuasi warga Gaza ke Pulau Galang menuai kekhawatiran dari DPR. Langkah ini dinilai berpotensi menjadi bumerang bagi perjuangan Palestina dan kepentingan diplomasi Indonesia.

Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, baru-baru ini menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait rencana pemerintah Indonesia untuk melakukan evakuasi warga Gaza, Palestina, ke Pulau Galang, Kepulauan Riau. Menurut Amelia, langkah ini berpotensi menjadi "bumerang" yang dapat merugikan perjuangan hak kembali (right of return) warga Palestina ke tanah air mereka. Hal ini memerlukan pertimbangan matang dari berbagai aspek.
Kekhawatiran utama muncul karena Israel dapat menginterpretasikan evakuasi ini sebagai eksodus dan solusi permanen bagi warga Gaza, bukan sebagai penanganan darurat sementara. Interpretasi semacam ini dikhawatirkan akan melemahkan posisi diplomasi Indonesia di mata internasional dan secara tidak langsung mendukung narasi Israel. Oleh karena itu, kehati-hatian sangat diperlukan.
Amelia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam upaya solidaritas kemanusiaan tersebut. Ia meminta pemerintah untuk membuka ruang konsultasi dengan DPR demi menyampaikan rencana kebijakan ini secara terbuka. Tujuannya adalah memastikan langkah yang diambil tidak berdampak negatif terhadap perjuangan Palestina maupun kepentingan nasional Indonesia di kancah global.
Pertimbangan Strategis dan Peran Negara Arab
Amelia Anggraini berpendapat bahwa Indonesia seharusnya mendorong negara-negara Arab yang secara geografis dan historis lebih dekat dengan Gaza untuk mengambil peran utama dalam penanganan medis dan kemanusiaan. Negara-negara seperti Mesir, Yordania, Qatar, atau Uni Emirat Arab dinilai memiliki kapasitas dan peran yang lebih besar dalam menyediakan layanan yang dibutuhkan bagi korban konflik.
Langkah Indonesia yang membawa korban konflik ke luar wilayah Timur Tengah dianggap sebagai tindakan ekstrem yang perlu dipertimbangkan ulang secara cermat. Peran negara-negara tetangga yang lebih dekat akan lebih efektif dan sesuai dengan konteks regional. Hal ini juga sejalan dengan prinsip penanganan krisis yang berbasis kedekatan geografis.
Pemerintah diminta untuk memastikan bahwa setiap langkah kemanusiaan yang diambil memiliki kejelasan diplomatik, kesiapan teknis, dan pendekatan strategis. Hal ini penting untuk menghindari multitafsir atas kebijakan yang dijalankan oleh Indonesia, baik di tingkat domestik maupun internasional. Kejelasan ini akan memperkuat posisi Indonesia di mata dunia.
Kesiapan Teknis dan Potensi Krisis Domestik
Meskipun memahami komitmen kuat Indonesia terhadap Palestina, Amelia menegaskan bahwa komitmen tersebut harus dibarengi dengan kalkulasi rasional yang cermat. Aspek kesiapan fasilitas, akomodasi, transportasi, dan pengawasan keamanan di Pulau Galang harus dipastikan matang sebelum evakuasi warga Gaza dilakukan. Tanpa persiapan yang memadai, niat baik bisa berujung pada masalah.
"Jangan sampai niat baik ini malah mengganggu sistem domestik kita sendiri karena persoalan logistik yang belum matang," ujar legislator yang membidangi urusan hubungan internasional, komunikasi, dan pertahanan itu. Penanganan medis yang bersifat sementara harus memiliki waktu terukur dan koordinasi jelas bersama PBB, UNRWA, serta lembaga kemanusiaan internasional lainnya. Hal ini penting untuk menjaga akuntabilitas dan efektivitas bantuan.
Jika evakuasi warga Gaza berlangsung terlalu lama, Indonesia berisiko terseret pada krisis sosial domestik yang tidak diinginkan. Tekanan pada fasilitas publik, potensi konflik budaya, atau kebocoran pengawasan menjadi ancaman serius yang harus diantisipasi. Oleh karena itu, kebijakan luar negeri Indonesia harus tetap independen, bebas aktif, dan berorientasi pada kemanusiaan tanpa mengorbankan stabilitas internal negara.