Kejari Purwakarta Bebaskan Pencuri Motor Lewat Keadilan Restoratif
Kejaksaan Negeri Purwakarta membebaskan MFE, pencuri motor, melalui keadilan restoratif setelah mempertimbangkan berbagai faktor seperti statusnya sebagai anak yatim, penyesalan pelaku, dan kemauan korban untuk memaafkan.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwakarta membebaskan MFE, pelaku pencurian kendaraan bermotor, berkat pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice. Pembebasan ini terjadi pada Selasa, 21 Januari 2024, di Purwakarta, Jawa Barat. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak dan menimbulkan pertanyaan seputar penerapan keadilan restoratif dalam kasus kriminal.
Kepala Kejari Purwakarta, Martha Parulina Berliana, menjelaskan alasan di balik pembebasan MFE. Restorative justice, menurutnya, merupakan pendekatan hukum yang berfokus pada pemulihan hubungan dan rekonsiliasi antara pelaku dan korban, bukan hanya hukuman semata. Pendekatan ini sejalan dengan Peraturan Kejaksaan Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 dan pedoman penanganan perkara tindak pidana umum.
Beberapa faktor kunci mendukung penerapan restorative justice dalam kasus ini. MFE merupakan pelaku pertama kali (bukan residivis), ancaman hukumannya di bawah lima tahun, dan ia menunjukkan penyesalan yang tulus atas perbuatannya. Yang terpenting, korban dengan ikhlas memaafkan MFE dan bersedia berdamai.
Lebih lanjut, kondisi MFE sebagai anak yatim yang menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai juru parkir dan kuli bangunan juga menjadi pertimbangan. Keinginan MFE untuk mengembalikan sepeda motor korban sejak awal kejadian juga menjadi poin penting. Hal ini menunjukkan niat baik dan kesadaran akan kesalahannya.
Kronologi pencurian sendiri bermula saat MFE dan korban menonton pertandingan sepak bola di Jalan Ahmad Yani, Cipaisan, pada 23 September 2024. Suasana ricuh saat itu membuat korban panik dan meninggalkan sepeda motornya dalam keadaan mesin hidup. Melihat kesempatan, MFE membawa kabur sepeda motor tersebut.
Namun, teman MFE mengenali pemilik sepeda motor yang dibawa. MFE berniat mengembalikannya, namun korban telah melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Proses restorative justice kemudian difasilitasi oleh Kejari Purwakarta, hingga akhirnya mencapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak.
MFE, didampingi ibunya, menyampaikan rasa terima kasih atas keputusan Kejari Purwakarta. Ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan berharap dapat memulai hidup baru. Kasus ini menjadi contoh penerapan keadilan restoratif di Indonesia, yang menekankan pada rehabilitasi dan pemulihan hubungan, bukan sekadar pembalasan.