Kejari Semarang Berikan Keadilan Restoratif pada Pencuri Sepeda Motor
Kejaksaan Negeri Semarang membebaskan tersangka pencurian sepeda motor melalui keadilan restoratif setelah tercapai perdamaian dengan korban, membuka peluang kedua bagi pelaku untuk memperbaiki diri.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang membuat keputusan yang mengejutkan dengan membebaskan seorang tersangka pencurian sepeda motor, EP, melalui mekanisme keadilan restoratif. Peristiwa ini terjadi pada bulan Desember 2024 di wilayah Tembalang, Kota Semarang. EP mencuri sepeda motor yang kunci kontaknya masih terpasang karena terdesak kebutuhan ekonomi. Keputusan ini diambil setelah tercapainya perdamaian antara EP dan korbannya.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejari Kota Semarang, Sarwanto, menjelaskan kronologi peristiwa tersebut. Ia mengatakan bahwa EP, saat sedang mencari pekerjaan, melihat sebuah sepeda motor terparkir dengan kunci masih menempel. Karena terhimpit kesulitan ekonomi, EP mengambil kesempatan tersebut dan membawa kabur sepeda motor tersebut. Sepeda motor itu rencananya akan digunakan EP untuk keperluan sehari-hari.
Penerapan keadilan restoratif dalam kasus ini menandai komitmen Kejari Semarang dalam memberikan kesempatan kedua bagi pelaku kejahatan yang dilatarbelakangi oleh permasalahan sosial ekonomi. Langkah ini dinilai lebih humanis dan efektif dalam menyelesaikan kasus, dibandingkan dengan proses peradilan konvensional yang mungkin berdampak buruk pada masa depan pelaku.
Peluang Kedua dan Pembinaan untuk EP
Setelah dibebaskan melalui mekanisme keadilan restoratif, EP diarahkan untuk mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK). Kejari Semarang berharap pelatihan ini dapat memberikan EP keahlian baru dan membuka peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini sejalan dengan tujuan keadilan restoratif, yaitu tidak hanya memberikan hukuman, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri dan kembali berintegrasi ke masyarakat.
Sarwanto menambahkan bahwa pembebasan EP merupakan kasus keadilan restoratif ketiga yang ditangani Kejari Kota Semarang pada tahun 2025. Hal ini menunjukkan peningkatan penerapan keadilan restoratif sebagai alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan. Metode ini dinilai efektif dalam menangani kasus-kasus tertentu, terutama yang melibatkan pelaku dengan latar belakang permasalahan sosial ekonomi.
Dengan memberikan pelatihan di BLK, Kejari Semarang tidak hanya menyelesaikan kasus pencurian sepeda motor ini, tetapi juga berupaya mencegah terjadinya tindak pidana serupa di masa mendatang. Langkah ini diharapkan dapat memberikan dampak positif, baik bagi EP maupun masyarakat luas.
"Tersangka sedang berjalan mencari pekerjaan, kemudian melihat ada sepeda motor terparkir dengan kunci masih menempel," ujar Sarwanto menjelaskan keterangan tersangka.
Keadilan Restoratif: Sebuah Solusi Alternatif
Penerapan keadilan restoratif dalam kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana sistem peradilan dapat lebih humanis dan responsif terhadap permasalahan sosial. Dengan berfokus pada pemulihan dan restorasi, keadilan restoratif menawarkan solusi alternatif yang lebih efektif dalam menangani kasus-kasus tertentu, khususnya yang melibatkan pelaku dengan latar belakang permasalahan ekonomi.
Keberhasilan mediasi antara EP dan korban menjadi kunci utama dalam penerapan keadilan restoratif ini. Proses mediasi yang dilakukan secara profesional dan adil telah menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan semua pihak. Korban merasa puas dengan proses penyelesaian kasus, sementara EP mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki diri dan memulai hidup baru.
Kejari Semarang berharap bahwa penerapan keadilan restoratif akan terus ditingkatkan di masa mendatang. Dengan memberikan kesempatan kedua bagi pelaku kejahatan, diharapkan angka kriminalitas dapat ditekan dan masyarakat dapat hidup lebih aman dan damai.
Langkah Kejari Semarang ini patut diapresiasi sebagai upaya inovatif dalam penegakan hukum yang mengedepankan aspek pemulihan dan restorasi, bukan hanya hukuman semata.
Kesimpulan
Kejari Semarang telah menunjukkan komitmennya dalam memberikan keadilan yang humanis dan restorative. Pembebasan EP melalui mekanisme keadilan restoratif menjadi bukti nyata bahwa sistem peradilan dapat beradaptasi dan memberikan solusi yang lebih efektif dalam menangani kasus-kasus tertentu, membuka jalan bagi perbaikan diri dan reintegrasi sosial bagi pelaku kejahatan.