Kejari Semarang Kembali Sukses Terapkan Keadilan Restoratif, Kasus Penganiayaan Berakhir Damai
Kejaksaan Negeri Semarang menyelesaikan kasus penganiayaan melalui keadilan restoratif untuk kedua kalinya di tahun 2025, menandai keberhasilan pendekatan restorative justice dalam sistem peradilan Indonesia.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang kembali menorehkan prestasi dalam penegakan hukum dengan menyelesaikan perkara tindak pidana melalui mekanisme keadilan restoratif. Pada Selasa, 4 Januari 2025, Kejari Semarang berhasil menyelesaikan kasus penganiayaan yang melibatkan tersangka DK dan korban Fadhil Dwi Andika. Peristiwa ini menandai keberhasilan kedua penerapan keadilan restoratif oleh Kejari Semarang di tahun 2025, sebuah langkah inovatif dalam sistem peradilan Indonesia yang mengedepankan perdamaian dan pemulihan.
Kasus ini bermula dari peristiwa penganiayaan yang dilakukan DK terhadap rekan kerjanya, Fadhil Dwi Andika, pada tahun 2024. Akibat penganiayaan tersebut, Fadhil mengalami luka di wajah dan melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Ngaliyan. DK kemudian dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, yang ancaman hukumannya cukup signifikan. Namun, berkat pendekatan keadilan restoratif, kasus ini berhasil diselesaikan di luar pengadilan.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Kota Semarang, Sarwanto, menjelaskan bahwa restorative justice tercapai setelah tercapainya kesepakatan damai antara DK dan Fadhil. Kesepakatan ini juga disaksikan oleh pihak keluarga kedua belah pihak dan tokoh masyarakat setempat. Dengan tercapainya perdamaian, DK dibebaskan dari tuntutan hukum. Keberhasilan ini menunjukkan potensi besar keadilan restoratif dalam menyelesaikan konflik dan memulihkan hubungan antara pelaku dan korban.
Keadilan Restoratif: Solusi Alternatif Penyelesaian Kasus
Penerapan keadilan restoratif dalam kasus penganiayaan ini menandai langkah progresif Kejari Semarang dalam merespon kebutuhan masyarakat akan sistem peradilan yang lebih humanis. Keadilan restoratif menekankan pada pemulihan hubungan antara pelaku dan korban, bukan hanya pada hukuman semata. Proses ini melibatkan mediasi dan negosiasi untuk mencapai kesepakatan damai yang saling menguntungkan.
Keberhasilan ini juga menunjukkan bahwa keadilan restoratif dapat diterapkan pada berbagai jenis kasus tindak pidana, tidak hanya terbatas pada kasus-kasus tertentu. Sebelumnya, Kejari Semarang juga telah berhasil menerapkan keadilan restoratif pada kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tersangka berinisial AAW. Kedua kasus ini membuktikan bahwa keadilan restoratif merupakan alternatif yang efektif dan efisien dalam menyelesaikan konflik.
Proses restorative justice melibatkan peran aktif dari berbagai pihak, termasuk keluarga, tokoh masyarakat, dan petugas Kejaksaan. Mereka berperan sebagai mediator dan fasilitator dalam mencapai kesepakatan damai. Hal ini menunjukkan pentingnya kolaborasi dan sinergi antar lembaga dalam mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan dan berorientasi pada pemulihan.
Dampak Positif Keadilan Restoratif
Penerapan keadilan restoratif memberikan dampak positif yang signifikan, baik bagi korban maupun pelaku. Bagi korban, restorative justice memberikan kesempatan untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan tanpa harus melalui proses peradilan yang panjang dan melelahkan. Korban juga dapat berpartisipasi aktif dalam proses penyelesaian konflik dan mendapatkan kepuasan atas keadilan yang diterima.
Sementara itu, bagi pelaku, restorative justice memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertanggung jawab atas perbuatannya tanpa harus dihukum penjara. Pelaku dapat belajar dari kesalahannya dan berdamai dengan korban, sehingga dapat kembali berintegrasi ke dalam masyarakat. Hal ini lebih efektif daripada hanya memberikan hukuman penjara yang mungkin tidak memberikan efek jera dan malah memperburuk situasi.
Dengan demikian, keadilan restoratif menawarkan solusi yang lebih holistik dan berkelanjutan dalam menyelesaikan konflik. Sistem ini tidak hanya fokus pada hukuman, tetapi juga pada pemulihan hubungan, perbaikan diri, dan reintegrasi sosial. Keberhasilan Kejari Semarang dalam menerapkan keadilan restoratif patut diapresiasi dan diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain.
Kejari Semarang berkomitmen untuk terus mengembangkan dan menerapkan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara tindak pidana. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk menciptakan sistem peradilan yang lebih adil, efektif, dan humanis. Dengan demikian, keadilan restoratif diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam menciptakan masyarakat yang damai dan harmonis.