Kejari Singkawang Selesaikan Dua Perkara Pidana Lewat Restorative Justice
Kejaksaan Negeri Singkawang sukses selesaikan dua kasus, penadahan dan laka lantas, melalui program restorative justice, dengan kedua belah pihak mencapai perdamaian.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Singkawang, Kalimantan Barat, berhasil menyelesaikan dua perkara pidana melalui program restorative justice (RJ). Kedua kasus tersebut, yaitu penadahan dan kecelakaan lalu lintas, diselesaikan secara damai di Rumah Restorative Damai, Aula Kantor Camat Singkawang Barat, Jumat (9/5).
Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Singkawang, Heri Susanto, menjelaskan bahwa program RJ ini berhasil mendamaikan tersangka A dengan korban H Jepri alias Jef dalam kasus penadahan. Tersangka A, yang sehari-hari berprofesi sebagai pencari barang rongsokan, dijerat Pasal 480 ayat 1 KUHP. Ia membeli potongan besi bekas alat batako seharga Rp600.000 dari seseorang yang identitasnya belum diketahui. Polres Singkawang kemudian melakukan penyelidikan terkait pencurian alat batako tersebut, sementara pencurinya masih dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO).
Proses RJ melibatkan berbagai pihak, termasuk Ibu Kajari, Camat Singkawang Barat, pelaku, korban, dan kuasa hukum mereka. Keberhasilan RJ ini berkat terpenuhinya beberapa syarat, seperti kemauan kedua belah pihak untuk saling memaafkan, ancaman hukuman di bawah lima tahun, dukungan masyarakat, dan tersangka yang baru pertama kali melakukan tindak pidana. Usulan RJ ini akan diajukan ke Kejaksaan Tinggi dan selanjutnya ke Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung. Jika disetujui, perkara akan dihentikan dan tersangka dibebaskan.
Kasus Penadahan dan Kecelakaan Lalu Lintas
Kasus pertama melibatkan tersangka A dalam kasus penadahan dengan korban H Jepri alias Jef. Tersangka membeli barang hasil curian berupa potongan besi bekas alat batako. Karena pencuri masih buron, Kejari Singkawang memilih jalur restorative justice untuk menyelesaikan konflik ini. Proses RJ berhasil karena kedua belah pihak bersedia berdamai dan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Kasus kedua adalah kecelakaan lalu lintas yang melibatkan tersangka MS dan korban Anysha. Tersangka diduga melanggar Pasal 310 ayat 2 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Kecelakaan terjadi saat korban menunggu temannya di sebuah gang. Mobil tersangka menyenggol sepeda motor korban, dan kaki kanan korban terlindas. Korban mengalami luka memar dan menjalani perawatan di Rumah Sakit Abdul Aziz Singkawang.
Dalam proses RJ kasus kecelakaan ini, tersangka memberikan bantuan sebesar Rp15 juta untuk biaya pengobatan korban. Kedua belah pihak akhirnya saling memaafkan, sehingga kasus ini juga dapat diselesaikan melalui program RJ. Proses ini menunjukkan komitmen Kejari Singkawang dalam menerapkan program RJ sebagai solusi alternatif penyelesaian perkara pidana.
Syarat dan Proses Restorative Justice
Penerapan restorative justice dalam kedua kasus ini menunjukkan keberhasilan Kejari Singkawang dalam memberikan solusi yang adil dan efektif. Beberapa syarat penting yang harus dipenuhi dalam penerapan RJ antara lain:
- Kedua belah pihak saling memaafkan dan bersedia berdamai.
- Ancaman hukuman terhadap tersangka di bawah lima tahun.
- Mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar.
- Tersangka merupakan pelaku pertama kali.
Setelah terpenuhi, usulan RJ diajukan ke Kejaksaan Tinggi dan Jampidum Kejaksaan Agung untuk mendapat persetujuan. Jika disetujui, perkara akan dihentikan dan tersangka dibebaskan. Hal ini menunjukkan komitmen Kejari Singkawang dalam menerapkan hukum yang humanis dan berkeadilan.
Kedua kasus ini berhasil diselesaikan dengan damai berkat kesediaan kedua belah pihak untuk memaafkan dan berdamai. Program RJ terbukti menjadi solusi efektif dalam menyelesaikan konflik dan memberikan keadilan restoratif bagi semua pihak yang terlibat. Keberhasilan ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi penanganan kasus-kasus serupa di masa mendatang.