Kajati Sulsel Setujui Tiga Perkara Pidana Lewat Restorative Justice
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyetujui tiga pengajuan restorative justice untuk kasus penganiayaan dan pencurian, mengedepankan perdamaian antara korban dan pelaku.

Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan memberikan angin segar bagi tiga tersangka tindak pidana. Kajati Sulsel menyetujui pengajuan restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif yang diajukan oleh tiga Kejaksaan Negeri di Sulawesi Selatan. Keputusan ini memberikan kesempatan bagi para tersangka untuk memperbaiki diri dan menghindari proses peradilan formal. Proses RJ ini menandakan komitmen penegak hukum dalam mencari solusi yang lebih humanis dan restorative.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan, Agus Salim, secara resmi mengumumkan persetujuan tersebut melalui ekspose perkara daring di Kantor Kejati Sulsel, Makassar, Rabu lalu. "Atas nama pimpinan, kami menyetujui permohonan RJ yang diajukan," ujar Agus Salim. Pernyataan ini menegaskan komitmen Kajati Sulsel dalam mendukung program RJ sebagai alternatif penyelesaian perkara yang mengedepankan perdamaian dan pemulihan.
Penerapan RJ dalam ketiga kasus ini menunjukkan pendekatan yang lebih berfokus pada pemulihan daripada hanya pada hukuman. Dengan mengedepankan dialog dan kesepakatan antara korban dan pelaku, diharapkan tercipta rekonsiliasi dan mencegah terjadinya konflik serupa di masa mendatang. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk membangun sistem peradilan yang lebih adil dan manusiawi.
Tiga Kasus yang Disetujui Restorative Justice
Ketiga kasus yang disetujui melalui RJ melibatkan berbagai jenis tindak pidana. Pertama, Kejari Kabupaten Maros mengajukan RJ untuk tersangka Hamzah bin Mansur (35) yang terlibat kasus penganiayaan terhadap Ketua RT 3 Balang-Balang, IS (38). Kasus ini melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP.
Kedua, Kejari Kabupaten Takalar mengajukan RJ untuk tersangka Mangngarengi Daeng Sibali bin Mallibai (30) atas kasus penganiayaan terhadap saudara kandungnya, HD (38). Tersangka juga melanggar pasal 351 ayat (1) KUHP. Kasus ini menunjukan bahwa RJ juga dapat diterapkan pada kasus penganiayaan dalam lingkup keluarga.
Ketiga, Kejari Kabupaten Wajo mengajukan RJ untuk tersangka Andi Ikram (20) yang terlibat kasus pencurian dalam keluarga terhadap istrinya, HN (18). Tersangka diduga melanggar pasal 367 ayat (2) KUHP atau Pasal 362 KUHP atau Pasal 372 KUHP. Penerapan RJ dalam kasus pencurian ini menunjukkan fleksibilitas dan keluasan penerapan RJ.
Pertimbangan Persetujuan Restorative Justice
Kajati Sulsel menjelaskan bahwa persetujuan keadilan restoratif diberikan setelah mempertimbangkan berbagai faktor. Salah satu faktor penting adalah testimoni dari korban, tersangka, dan keluarga mereka. "Telah memenuhi ketentuan Perja Nomor 15, korban sudah memaafkan tersangka," jelas Agus Salim. Hal ini menunjukkan bahwa perdamaian dan kemauan bersama untuk menyelesaikan masalah secara damai menjadi kunci keberhasilan penerapan RJ.
Proses RJ melibatkan mediasi dan negosiasi antara korban dan pelaku untuk mencapai kesepakatan bersama. Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mengikat kedua belah pihak. Dengan demikian, RJ tidak hanya fokus pada hukuman, tetapi juga pada pemulihan hubungan dan pembinaan pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya.
Penerapan RJ diharapkan dapat mengurangi beban sistem peradilan pidana, serta memberikan solusi yang lebih efektif dan efisien dalam menyelesaikan konflik. Selain itu, RJ juga dapat memberikan rasa keadilan yang lebih manusiawi bagi korban dan pelaku, serta memperkuat rasa kebersamaan dalam masyarakat.
Ketiga kasus yang disetujui melalui RJ ini menjadi contoh nyata bagaimana sistem peradilan pidana di Indonesia terus beradaptasi dan berupaya memberikan keadilan yang lebih restoratif dan humanis. Dengan mengedepankan perdamaian dan pemulihan, diharapkan RJ dapat menjadi solusi yang efektif dalam menyelesaikan konflik dan membangun masyarakat yang lebih harmonis.