Kisah Unik di Balik Masjid Apung Botol Bekas: Dari Sampah Jadi Simbol Ibadah dan Lingkungan
Enam petugas kebersihan di Jakarta Barat berkreasi membangun Masjid Apung Botol Bekas dari ribuan limbah. Penasaran bagaimana sampah bisa menjadi simbol ibadah dan cinta lingkungan?

Enam petugas Unit Penanganan Sampah (UPS) Badan Air Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, menciptakan sebuah karya unik. Mereka membangun sebuah masjid apung yang seluruhnya terbuat dari ribuan botol bekas. Struktur inovatif ini dibangun di tepi aliran Kali Cengkareng Drain.
Pembangunan proyek ini telah berlangsung selama hampir empat bulan, dimulai sejak Maret 2025. Inisiatif ini bukan hanya sebagai bentuk daur ulang, tetapi juga sebagai simbol pengingat akan pentingnya ibadah dan menjaga kelestarian lingkungan. Karya ini juga disiapkan untuk Festival Cinta Lingkungan 2025.
Dengan dedikasi tinggi, para petugas merangkai botol-botol bekas yang dikumpulkan dari sungai dan hasil pemilahan sampah. Masjid apung ini menjadi bukti nyata bahwa kepedulian terhadap kebersihan dan spiritualitas dapat terwujud melalui aksi kreatif. Ini adalah upaya untuk memutus "romansa" Jakarta dengan banjir.
Inovasi Daur Ulang Melalui Masjid Apung
Enam petugas kebersihan dari UPS Badan Air Kecamatan Cengkareng menunjukkan dedikasi luar biasa. Mereka tidak hanya membersihkan Kali Cengkareng Drain dari sampah, tetapi juga mengubahnya menjadi bahan baku karya seni. Sebuah struktur terapung berbentuk masjid kini menjadi pusat perhatian di tepi kali tersebut.
Masjid apung ini berukuran 6x4 meter dan berdiri kokoh di atas 3.558 botol bekas. Botol-botol tersebut bervariasi dari ukuran 1 liter hingga galon air. Bahan baku utama ini diperoleh dari program sampah pilah, pengerukan saluran air, hingga sumbangan sukarela dari warga sekitar.
Proyek pembangunan masjid apung botol bekas ini memakan waktu hampir empat bulan. Dimulai sejak Maret 2025, target penyelesaiannya adalah awal September 2025. Pengerjaan dilakukan setelah para petugas menyelesaikan tugas utama mereka membersihkan sungai, menunjukkan komitmen ganda.
Donal Aldiansyah, Pengawas UPS Badan Air Kecamatan Cengkareng, mengungkapkan ide pembangunan masjid apung ini. Inspirasi datang dari masjid sungguhan yang berada di dekat pintu air Kali Cengkareng Drain. Ide ini merupakan hasil tukar pikiran panjang dari seluruh tim.
Simbol Cinta Lingkungan dan Ibadah
Masjid apung botol bekas ini lebih dari sekadar struktur daur ulang; ia adalah manifestasi puisi cinta lingkungan dan cinta Tuhan. Kehadirannya menjadi pengingat visual akan pentingnya menjaga kebersihan sungai. Ini juga menyiratkan pesan tentang tanggung jawab kolektif terhadap lingkungan hidup.
Penggunaan botol-botol hasil pengerukan kali secara langsung menyoroti masalah pembuangan sampah sembarangan. Masjid apung ini berfungsi sebagai teguran bagi oknum yang masih membuang limbah ke badan air. Di sisi lain, sumbangan botol dari warga menunjukkan niat baik komunitas dalam mendukung pengurangan sampah.
Karya ini akan diikutkan dalam Festival Cinta Lingkungan 2025 pada 28 September mendatang. Festival tersebut akan digelar di Kanal Banjir Barat, Tambora, Jakarta Barat. Sebanyak 42 kecamatan se-Jakarta diharapkan berpartisipasi dengan karya perahu unik masing-masing.
Setelah festival, Donal berencana memasang mesin pada masjid apung ini agar dapat berlayar. Masjid apung ini juga akan digunakan sebagai tempat ibadah bagi para petugas saat bertugas di area bantaran kali. Ini menegaskan fungsi ganda dari inovasi ini.
Dampak dan Harapan Masa Depan
Kehadiran masjid apung dari botol bekas ini diharapkan dapat mengetuk hati masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mencintai lingkungan. Ini sejalan dengan ajaran spiritualitas yang menekankan kebersihan dan tanggung jawab.
Inisiatif ini merupakan upaya konkret untuk memutus siklus "romansa" antara Jakarta dan banjir. Dengan membersihkan kali dan mendaur ulang sampah, risiko banjir dapat diminimalisir. Hal ini secara tidak langsung mengurangi potensi penyakit dan penderitaan yang diakibatkan oleh bencana tersebut.
Masjid apung ini bukan hanya sebuah proyek fisik, melainkan sebuah simbol harapan. Harapan akan Jakarta yang lebih bersih, masyarakat yang lebih peduli, dan lingkungan yang lestari. Ini adalah contoh nyata bagaimana kreativitas dapat mendukung keberlanjutan.
Kisah enam petugas ini menjadi inspirasi bagi banyak pihak. Mereka membuktikan bahwa dari barang buangan pun, dapat tercipta sesuatu yang bernilai tinggi. Sebuah pengingat bahwa ibadah dapat terwujud dalam setiap tindakan nyata, termasuk menjaga bumi.