Kejari Bekasi Hentikan Penuntutan Pedagang Bakso Lewat Keadilan Restoratif
Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi menghentikan penuntutan terhadap pedagang bakso, HJS, yang terbukti melakukan pemukulan, melalui proses keadilan restoratif setelah tercapai perdamaian dengan korban.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi menghentikan penuntutan kasus pidana terhadap seorang pedagang bakso berinisial HJS. Keputusan ini diambil melalui jalur 'restorative justice' atau keadilan restoratif, sebuah langkah yang menarik perhatian publik.
Kepala Kejari Kabupaten Bekasi, Dwi Astuti Beniyati, menjelaskan penghentian penuntutan ini didasarkan pada prinsip keadilan restoratif. Pedagang bakso tersebut, yang sebelumnya terjerat kasus pemukulan, mendapat kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya di luar jalur pengadilan. Proses ini menandai sebuah terobosan dalam penegakan hukum di Indonesia.
Penghentian penuntutan ditandai dengan penyerahan Surat Ketetapan Penyelesaian berdasarkan keadilan restoratif Nomor: TAP- 4/ M.2.31/ Eoh.2/ 01/ 2025 kepada HJS. Surat ini dikeluarkan setelah Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menyetujui permohonan dari Kejari Kabupaten Bekasi.
Kasus ini bermula dari sebuah perselisihan di jalan. HJS, saat hendak pulang berjualan bakso, menegur korban yang terlibat cekcok dengan pengendara lain. Teguran tersebut memicu pertengkaran, hingga akhirnya HJS memukul korban dua kali. Meskipun demikian, HJS kemudian menawarkan bantuan pengobatan dan bertanggung jawab atas tindakannya.
Korban, yang ternyata seorang anggota kepolisian, menolak tawaran tersebut. Namun, proses 'restorative justice' dimulai pada 12 Desember 2024, memfasilitasi pertemuan antara tersangka, korban, keluarga, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan penyidik. Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan damai.
Dalam proses tersebut, korban menerima permohonan maaf dari HJS tanpa meminta ganti rugi. Keluarga HJS, tokoh agama dan masyarakat setempat, serta penyidik, mendukung penuh upaya perdamaian ini. Kejari Kabupaten Bekasi berperan sebagai fasilitator dalam mencapai kesepakatan tersebut.
Kajari menjelaskan beberapa alasan di balik keputusan menghentikan penuntutan. Pertama, HJS merupakan pelaku pertama kali dan ancaman hukumannya di bawah lima tahun. Kedua, telah tercapai perdamaian antara korban dan tersangka. Ketiga, terdapat pertimbangan humanis, mengingat HJS adalah tulang punggung keluarga tidak mampu dan berpenghasilan tidak tetap.
Selain kasus HJS, Kejari Kabupaten Bekasi juga menghentikan penuntutan dua kasus lain melalui keadilan restoratif. Hal ini menunjukkan komitmen Kejari dalam menerapkan pendekatan yang lebih humanis dan restorative dalam penegakan hukum. Semoga langkah ini dapat menjadi contoh bagi daerah lain.