Kemenkum Pangkas Dana Operasional LMKN, Optimalisasi Royalti Musik Makin Merata dengan Perwakilan LMK di Daerah
Kementerian Hukum meluncurkan Permenkum baru untuk optimalisasi royalti musik, memangkas dana operasional LMKN dan menempatkan perwakilan LMK di daerah. Bagaimana dampaknya bagi pencipta?

Kementerian Hukum (Kemenkum) akan menempatkan perwakilan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di berbagai daerah. Langkah ini diambil guna mengoptimalisasi penarikan royalti hak cipta lagu dan/atau musik di seluruh Indonesia. Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan hak-hak para pencipta dan pemegang hak terkait terpenuhi secara maksimal.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kemenkum, Razilu, menjelaskan bahwa penetapan perwakilan LMK ini diatur dalam Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor 27 Tahun 2025. Peraturan tersebut merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Nantinya, penentuan lokasi perwakilan LMK di provinsi akan diserahkan sepenuhnya kepada Komisioner LMKN Pencipta dan LMKN Hak Terkait.
Kebijakan baru ini diharapkan dapat memperluas jangkauan penarikan royalti yang sebelumnya mungkin belum optimal. Selain itu, Permenkum 27/2025 juga membawa perubahan signifikan lainnya, termasuk pemangkasan dana operasional Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan bagian royalti yang diterima langsung oleh para pencipta dan pemegang hak.
Perwakilan LMK di Daerah dan Pemangkasan Dana Operasional
Kemenkum secara resmi mengumumkan rencana penempatan perwakilan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di tingkat provinsi. Inisiatif ini merupakan bagian integral dari strategi pemerintah untuk mengoptimalisasi royalti musik dan lagu. Dengan adanya perwakilan di daerah, diharapkan proses penarikan dan distribusi royalti dapat berjalan lebih efisien serta menjangkau lebih banyak pengguna karya musik.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kemenkum, Razilu, menegaskan bahwa detail penempatan perwakilan LMK ini diatur dalam Permenkum Nomor 27 Tahun 2025. Peraturan tersebut juga secara signifikan memangkas dana operasional LMKN dari 20 persen menjadi hanya 8 persen dari total royalti yang terkumpul. Pemangkasan ini akan menyisakan 12 persen dana tambahan.
Dana tambahan sebesar 12 persen tersebut akan dialokasikan langsung kepada para pemegang hak dan pencipta karya. Kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan para seniman dan pemilik hak cipta. Langkah ini diharapkan dapat menjawab berbagai keluhan terkait minimnya pendapatan royalti yang diterima oleh para kreator.
Perubahan Komposisi Komisioner dan Klaster Layanan Komersial
Permenkum 27/2025 juga membawa perubahan drastis pada komposisi Komisioner LMKN. Hampir 80 persen komposisi komisioner diubah, kini terdiri dari dua perwakilan pemerintah, satu perwakilan LMK, dan satu perwakilan pencipta atau pemilik hak terkait. Struktur baru ini berlaku baik di Komisioner LMKN Pencipta maupun LMKN Hak Terkait.
Razilu menjelaskan bahwa dalam susunan komisioner sebelumnya, perwakilan pemerintah hanya satu orang di masing-masing Komisioner LMKN. Perubahan ini menunjukkan peningkatan kehadiran dan peran pemerintah dalam pengelolaan royalti. Hal ini diharapkan dapat mengatasi anggapan bahwa pemerintah kurang peduli terhadap isu royalti hak cipta.
Selain itu, Permenkum baru ini mengatur klaster layanan publik yang bersifat komersial secara lebih detail. Sebelumnya, hanya 14 jenis layanan publik komersial yang diatur untuk ditarik royalti. Kini, peraturan tersebut akan menjelaskan secara rinci klaster seperti perhotelan, restoran, tempat hiburan, dan perkantoran yang wajib membayar royalti.
Dengan perluasan klaster ini, potensi penarikan royalti diharapkan akan semakin besar. Dirjen KI menekankan pentingnya bagi LMKN untuk segera berembuk dengan para pengguna karya. Tujuannya adalah untuk merumuskan besaran royalti yang adil dan transparan bagi setiap klaster layanan komersial yang memanfaatkan karya musik.
Era Digital dan Harapan Kesejahteraan Pencipta
Sejalan dengan perkembangan era digital, Permenkum 27/2025 juga mengatur penerapan royalti bagi layanan publik komersial digital. Ini berarti penarikan royalti tidak lagi terbatas pada layanan publik komersial analog saja. Kebijakan ini memastikan bahwa hak cipta tetap terlindungi di berbagai platform digital yang semakin dominan.
Inklusi layanan digital komersial dalam skema penarikan royalti merupakan langkah progresif. Hal ini mengakomodasi perubahan lanskap konsumsi musik dan konten kreatif. Dengan demikian, para pencipta dapat memperoleh kompensasi yang layak dari penggunaan karya mereka di platform daring, seperti layanan streaming atau aplikasi.
Razilu berharap bahwa berbagai aturan baru dalam Permenkum 27/2025 ini dapat mewujudkan kesejahteraan bagi para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemegang hak terkait secara lebih baik. "Kalau kita lihat konstruksi yang saya bicarakan, artinya akan banyak sebenarnya potensi yang kita bisa tarik terkait dengan royalti ini dari segala aspek," tegas Razilu.
Potensi penarikan royalti yang lebih luas ini mencakup berbagai sektor penggunaan karya musik. Dengan optimalisasi sistem dan perluasan cakupan, diharapkan ekosistem industri musik dan kreatif di Indonesia dapat tumbuh lebih sehat. Hal ini pada akhirnya akan memberikan dampak positif bagi para pelaku seni.