Kesetaraan Gender: Dimulai dari Rumah, Wamen PPPA Ajak Perempuan Indonesia Bermimpi Lebih Besar
Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan, menekankan pentingnya kesetaraan gender dimulai dari rumah dan mengajak perempuan Indonesia untuk berani bermimpi serta menyadari potensi luar biasanya dalam membangun Indonesia Emas.

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, dalam sebuah acara bertajuk 'Inspirasi Kartini: Perempuan Cerdas, Berdaya, dan Berintegritas menuju Indonesia Emas' di Jakarta, Kamis, menekankan pentingnya kesetaraan gender dimulai dari lingkungan keluarga. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas masih relevannya perjuangan RA Kartini hingga saat ini. Beliau mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk berani bermimpi dan mengejar cita-cita setinggi langit.
Menurut Wamen Veronica, pendidikan kesetaraan gender sejak dini di rumah sangat krusial. Anak perempuan harus mendapatkan kesempatan dan perlakuan yang sama dengan anak laki-laki, termasuk dalam hal pendidikan dan pengembangan mimpi. Hal ini penting agar potensi perempuan Indonesia dapat tergali dan berkontribusi maksimal dalam pembangunan bangsa. "Kesetaraan gender harus dimulai dari rumah. Sejak kecil, anak perempuan harus diajarkan untuk punya mimpi dan cita-cita, sama seperti anak laki-laki," tegas Veronica Tan.
Wamen PPPA juga mengingatkan bahwa setiap perempuan memiliki potensi luar biasa yang seringkali tidak disadari. Ia mendorong perempuan Indonesia untuk lebih percaya diri dan menyadari kemampuannya. "Perempuan itu mampu luar biasa, hanya saja kadang tidak percaya diri atau tidak menyadari potensinya," tambahnya. Peringatan Hari Kartini, menurutnya, menjadi momentum untuk memperkuat komitmen bersama dalam memperjuangkan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan sebagai pilar penting pembangunan menuju Indonesia Emas.
Tantangan Kesetaraan Gender di Indonesia
Ketua Dewan Audit dan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sophia Wattimena, turut memberikan pandangannya. Ia menekankan pentingnya keterlibatan perempuan dalam pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Namun, ia juga mengakui masih banyak tantangan yang harus diatasi, terutama dalam hal pendidikan dan ekonomi.
Sophia Wattimena menyinggung data survei yang menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang mengenyam pendidikan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki. Kesenjangan ini berdampak langsung pada kesempatan kerja dan pendapatan. Keterbatasan akses pendidikan bagi perempuan menjadi salah satu faktor penghambat utama dalam mencapai kesetaraan gender.
Kurangnya akses pendidikan dan peluang ekonomi bagi perempuan juga berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan di berbagai sektor. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya upaya untuk mengatasi kesenjangan tersebut guna menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil.
Oleh karena itu, diperlukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swasta, dan masyarakat sipil, untuk mengatasi tantangan ini. Program-program yang berfokus pada peningkatan akses pendidikan dan pemberdayaan ekonomi perempuan perlu ditingkatkan dan diperluas jangkauannya.
Langkah Konkret Menuju Kesetaraan Gender
Untuk mencapai kesetaraan gender, diperlukan langkah-langkah konkret yang sistematis dan terukur. Salah satu langkah penting adalah memastikan akses pendidikan yang setara bagi anak perempuan dan laki-laki sejak usia dini. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai program, seperti penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai, beasiswa, dan program mentoring bagi perempuan.
Selain itu, perlu juga ada upaya untuk meningkatkan partisipasi perempuan di sektor ekonomi. Hal ini dapat dilakukan melalui program pelatihan kewirausahaan, akses permodalan, dan dukungan untuk pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dikelola oleh perempuan. Pemerintah juga perlu menciptakan kebijakan yang ramah perempuan dan mendorong perusahaan swasta untuk menerapkan prinsip kesetaraan gender dalam perekrutan dan promosi karyawan.
Penting juga untuk mengubah pola pikir dan budaya masyarakat yang masih diskriminatif terhadap perempuan. Sosialisasi dan edukasi tentang kesetaraan gender perlu dilakukan secara intensif kepada masyarakat luas, termasuk melalui media massa dan program-program pendidikan formal dan non-formal. Perubahan mindset ini akan menjadi fondasi yang kuat bagi terwujudnya kesetaraan gender yang sesungguhnya.
Kesimpulannya, perjuangan untuk kesetaraan gender masih panjang dan membutuhkan komitmen bersama dari seluruh elemen masyarakat. Dengan dimulai dari rumah dan didukung oleh kebijakan yang tepat, serta perubahan mindset masyarakat, Indonesia dapat mewujudkan cita-cita Indonesia Emas yang inklusif dan adil bagi seluruh warganya, baik laki-laki maupun perempuan.