Ketidakjelasan Peran Pengembang dalam Program 3 Juta Rumah: Himperra Minta Kejelasan Pemerintah
Himperra ungkap kebingungan pengembang perumahan terkait peran mereka dalam program tiga juta rumah pemerintah, meminta kejelasan dan dukungan regulasi.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, Bagaimana? Ketua Umum Himperra, Ari Tri Piyono, di Tangerang pada Jumat, 21 Maret, mengungkapkan kebingungan para pengembang perumahan terkait peran mereka dalam program tiga juta rumah yang dicanangkan pemerintah. Ketidakjelasan ini meliputi bagaimana cara mewujudkannya, khususnya pembagian satu juta rumah di perkotaan, satu juta di kawasan pesisir, dan satu juta di pedesaan. Hal ini mendorong Himperra dan empat asosiasi pengembang lainnya untuk melakukan audensi dengan DPR RI dan mengirimkan surat kepada Presiden guna meminta kejelasan dan dukungan regulasi dari pemerintah.
Ketidakjelasan peran pengembang ini menimbulkan kekhawatiran akan terhambatnya program tersebut. Para pengembang membutuhkan arahan yang jelas dari pemerintah agar dapat berkontribusi secara efektif dalam mencapai target tiga juta rumah. Tanpa panduan yang komprehensif, program ini berisiko tidak berjalan sesuai rencana dan harapan.
Lebih lanjut, Himperra juga menyoroti rencana audit terhadap perusahaan pengembang yang dinilai kontraproduktif. Hal ini dikarenakan pembangunan rumah subsidi sepenuhnya menggunakan belanja modal perusahaan, bukan anggaran negara. Pihak Himperra telah melaporkan adanya pemanggilan beberapa pengembang oleh penegak hukum terkait perizinan dan material bangunan, yang dianggap di luar kewenangan penegak hukum.
Peran Pengembang yang Belum Jelas dalam Program Tiga Juta Rumah
Ari Tri Piyono menjelaskan bahwa kurangnya kejelasan peran pengembang dalam program tiga juta rumah menimbulkan kebingungan di kalangan pelaku usaha properti. "Pengembang bingung harus dari mana mengambil peran. Pembangunan satu juta rumah di perkotaan, satu juta di kawasan pesisir dan satu juta di pedesaan, belum jelas bagaimana mewujudkannya," ujarnya. Ketidakpastian ini menghambat perencanaan dan pelaksanaan pembangunan rumah oleh para pengembang.
Himperra berharap pemerintah segera memberikan arahan yang lebih spesifik dan terukur terkait peran pengembang dalam program ini. Dengan adanya kejelasan peran, pengembang dapat lebih terarah dalam menjalankan bisnisnya dan berkontribusi optimal terhadap pencapaian target pemerintah.
Selain itu, Himperra juga meminta Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk mengeluarkan regulasi yang mendukung pertumbuhan sektor properti. Regulasi yang kondusif akan memberikan kepastian hukum dan mendorong investasi di sektor perumahan.
Audensi dengan DPR RI dan Surat Kepada Presiden
Sebagai upaya mencari solusi, Himperra bersama REI, Apersi, Asprumnas, dan Appernas Jaya telah melakukan audensi dengan DPR RI. Dalam audensi tersebut, mereka menyampaikan aspirasi dan harapan agar program tiga juta rumah dapat berjalan lancar sesuai rencana. Mereka juga berharap adanya dukungan dari legislatif untuk mendorong terwujudnya program tersebut.
Selain audensi dengan DPR RI, Himperra juga telah mengirimkan surat kepada Presiden. Surat tersebut berisi harapan yang sama, yaitu agar program tiga juta rumah dapat segera terealisasi dan pemerintah memberikan dukungan penuh terhadap para pengembang.
Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Himperra dan asosiasi pengembang lainnya untuk berkontribusi dalam penyediaan perumahan bagi masyarakat. Mereka berharap pemerintah dapat memberikan respon positif dan solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Kekhawatiran Terkait Audit dan Pemanggilan Pengembang
Ari Tri Piyono juga mengungkapkan kekhawatirannya terkait rencana audit terhadap perusahaan pengembang. Ia menegaskan bahwa pembangunan rumah subsidi sepenuhnya menggunakan belanja modal perusahaan, bukan anggaran negara. Oleh karena itu, audit tersebut dinilai tidak relevan dan berpotensi menimbulkan masalah baru.
Lebih lanjut, ia juga melaporkan adanya beberapa rekan pengembang yang dipanggil oleh penegak hukum untuk dimintai keterangan terkait perizinan, sertifikat, bahkan material bangunan. Hal ini dianggap di luar kewenangan penegak hukum dan telah dilaporkan secara resmi ke kepolisian.
"Kami sudah dapat laporan beberapa rekan pengembang dipanggil penegak hukum minta keterangan soal perizinan, sertifikat, bahkan besi-besi untuk bangun rumah juga mau diperiksa. Kami sudah laporkan resmi ke kepolisan dan itu semua bukan domain APH," kata Ari.
Himperra berharap pemerintah dapat memberikan perlindungan hukum kepada para pengembang dan memastikan agar proses pembangunan rumah dapat berjalan lancar tanpa hambatan yang tidak perlu.
Program tiga juta rumah diharapkan dapat memberikan solusi atas kebutuhan perumahan di Indonesia. Namun, hal ini membutuhkan kerjasama yang baik antara pemerintah dan pengembang, dengan peran yang jelas dan dukungan regulasi yang kondusif.