Korban EDCCash Minta Keadilan Restoratif, Usut Dugaan Oknum Jaksa dan Penyidik Nakal
Korban investasi bodong EDCCash meminta penyelesaian kasus melalui keadilan restoratif dan mendesak pengusutan dugaan keterlibatan oknum jaksa dan penyidik nakal yang menghambat pengembalian kerugian.

Jakarta, 18 Maret 2024 - Para korban investasi koin kripto bodong EDCCash, yang tergabung dalam Paguyuban Mitra Bahagia Bersama, meminta penyelesaian kasus melalui jalur keadilan restoratif. Mereka mendatangi Komisi III DPR RI pada 17 Maret 2024 untuk meminta bantuan pemulihan kerugian. Permintaan ini muncul setelah upaya perdamaian dengan terdakwa dihambat oleh dugaan tindakan tidak profesional oknum penyidik dan jaksa.
Kuasa hukum korban, Siti Mylanie Lubis, menjelaskan bahwa terdakwa telah mengajukan surat perdamaian, menawarkan untuk menyerahkan aset guna mengembalikan kerugian korban. Korban setuju dengan tawaran perdamaian ini, mengutamakan pengembalian kerugian daripada hukuman penjara bagi terdakwa. "Korban di sini tidak terlalu mementingkan hukuman badan kepada terdakwa. Yang paling penting adalah bagaimana bisa kerugian mereka dikembalikan walaupun mereka paham tidak sepenuhnya," ujar Mylanie.
Namun, setelah kesepakatan perdamaian tercapai, prosesnya justru terhambat. Penyidik, menurut Mylanie, seakan menutup pintu dan mengabaikan permintaan untuk melakukan penilaian aset (appraisal) yang disita. Hal ini menghambat proses pengembalian kerugian kepada para korban. "Pada saat saya mulai bertanya aset ini apa-apa saja, minta daftarnya, bahkan kita meminta agar segera 'appraisal', karena apa? Perkara TPPU itu kan yang terpenting adalah nilainya, nilai aset yang ada, nilai aset yang disita karena kita bicara kerugian aset yang harus dikembalikan," jelasnya.
Dugaan Keterlibatan Oknum Jaksa dan Penyidik
Mylanie mengungkapkan adanya dugaan perlakuan tidak menyenangkan dan mempertanyakan lambannya proses appraisal aset sitaan. Bahkan hingga putusan Pengadilan Tinggi, appraisal belum dilakukan. Oleh karena itu, ia mendesak Komisi III DPR RI untuk menyelidiki dugaan keterlibatan oknum jaksa dan penyidik yang tidak profesional dalam penanganan kasus ini.
Ia meminta agar Komisi III DPR RI membuka rekaman yang diduga melibatkan oknum-oknum tersebut. "Kami mendesak pimpinan Polri untuk bersikap transparan dan membuka rekaman yang berkaitan dengan dugaan pemufakatan jahat antara oknum jaksa dan penyidik nakal," tegas Mylanie. Langkah ini dinilai penting untuk mengungkap kebenaran dan memastikan keadilan bagi para korban.
Mylanie menekankan pentingnya keterbukaan informasi agar para korban tidak kembali menjadi korban ketidakadilan. "Keterbukaan informasi menjadi kunci agar para korban tidak kembali menjadi korban ketidakadilan. Kami berharap Polri segera bertindak," ujarnya.
Ia juga mengapresiasi Komisi III DPR RI yang telah memberikan ruang bagi para korban untuk menyampaikan keluhan mereka dalam rapat dengar pendapat (RDP).
Komisi III DPR RI Dukung Keadilan Restoratif
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, dalam RDP tersebut menyatakan dukungannya terhadap penyelesaian kasus EDCCash melalui mekanisme keadilan restoratif sesuai permintaan para korban. Komisi III DPR RI meminta Bareskrim Polri, Jampidum Kejaksaan Agung RI, dan Pengadilan untuk segera menindaklanjuti permohonan para korban dengan memprioritaskan penyelesaian melalui mekanisme keadilan restoratif.
Kesimpulan rapat tersebut menekankan pentingnya penyelesaian kasus ini secara tuntas dan berkepastian hukum, dengan mengedepankan kepentingan para korban. Hal ini menunjukkan komitmen DPR RI dalam memperjuangkan keadilan dan hak-hak masyarakat.
Kasus EDCCash ini menyoroti pentingnya transparansi dan profesionalisme dalam penegakan hukum di Indonesia. Permintaan para korban untuk menyelesaikan kasus melalui keadilan restoratif dan investigasi terhadap dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum menjadi langkah penting dalam memastikan keadilan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.