Kualitas Udara Indonesia Usai Lebaran: Mayoritas Sedang dan Baik
Kualitas udara di Indonesia pasca libur Lebaran umumnya berada di kategori sedang dan baik, meskipun beberapa kota besar masih menunjukan angka sedang.

Kualitas udara di Indonesia pasca libur Lebaran 2025 menunjukkan hasil yang beragam. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) pada 8 April 2025 pukul 13.00 WIB, mayoritas stasiun pemantauan menunjukan kualitas udara kategori sedang dan baik. Dari 70 stasiun pemantauan yang terpantau, 39 stasiun berada dalam kategori sedang (51-100) dan 31 stasiun dalam kategori sehat (0-50).
Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara KLH, Edward Nixon Pakpahan, menyatakan bahwa KLH/BPLH berkomitmen untuk terus memantau dan berupaya menjaga kualitas udara agar tetap sehat, demi memenuhi harapan masyarakat baik di Jabodetabek maupun seluruh Indonesia. "KLH/ BPLH tetap berkewajiban kerja memantau dan bekerja kencang demi terwujudnya kondisi kualitas udara sehat, yang tentu juga merupakan harapan mutlak seluruh masyarakat, baik di Jabodetabek maupun nasional," kata Pakpahan.
Data ISPU menunjukkan variasi kualitas udara di berbagai wilayah. Kabupaten Serang mencatatkan skor tertinggi dengan nilai 88, diikuti Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta dengan nilai 87, dan Kota Tangerang dengan nilai 85. Ketiga wilayah ini masih masuk kategori sedang. Sebaliknya, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, memiliki kualitas udara terbaik dengan nilai 13, disusul Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan skor 15.
Kondisi Udara di Beberapa Kota Besar
Meskipun rata-rata kualitas udara nasional tergolong baik dan sedang, beberapa kota besar masih menunjukan kualitas udara kategori sedang. Berdasarkan data dari situs pemantau kualitas udara IQAir, Medan tercatat sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di Indonesia pada hari itu dengan nilai 80. Jakarta menyusul dengan nilai 66, dan Batam dengan nilai 64. Ketiga kota tersebut masih berada dalam kategori sedang.
Perlu diperhatikan bahwa data ini menunjukkan kondisi pada waktu tertentu. Fluktuasi kualitas udara dapat terjadi setiap saat, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti cuaca, aktivitas industri, dan kepadatan lalu lintas. Pemantauan kualitas udara secara berkala sangat penting untuk mengantisipasi potensi pencemaran dan menjaga kesehatan masyarakat.
Sebagai perbandingan, situs IQAir juga mencatat Kota Kathmandu, Nepal, sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada hari yang sama, dengan nilai 181, yang masuk dalam kategori sangat tidak sehat. Perbedaan ini menunjukkan variasi kualitas udara yang signifikan antar negara dan wilayah.
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
Data kualitas udara yang disajikan mengacu pada Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) yang diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2020. Peraturan ini menetapkan kategori sehat (0-50), sedang (51-100), tidak sehat (101-200), sangat tidak sehat (201-300), dan berbahaya (>300).
Penting bagi masyarakat untuk memahami informasi ISPU dan mengambil langkah-langkah pencegahan jika kualitas udara di wilayah tempat tinggal mereka masuk kategori tidak sehat atau lebih buruk. Langkah-langkah ini dapat berupa mengurangi aktivitas di luar ruangan, menggunakan masker, dan memastikan ventilasi rumah yang baik.
Kesimpulannya, meskipun kualitas udara di Indonesia secara umum dalam kondisi sedang dan baik pasca Lebaran, pemantauan dan upaya untuk menjaga kualitas udara tetap menjadi prioritas. Kewaspadaan dan langkah-langkah pencegahan tetap diperlukan, terutama di daerah dengan kualitas udara yang masih tergolong sedang.