Malam Takbiran: Di Balik Gembira, Ada Air Mata di Palembang
Di tengah gegap gempita takbiran Lebaran, kisah duka dari Palembang hadir sebagai pengingat akan makna Idul Fitri yang lebih dalam dari sekadar kebahagiaan.

Di tengah gema takbir 'Allahu Akbar' yang menggema di penjuru negeri menyambut Idul Fitri, sebuah kisah haru dari Palembang, Sumatera Selatan, mengingatkan kita akan makna Lebaran yang lebih luas daripada sekadar kebahagiaan semata. Rahmat (54) dan Doni (24) misalnya, menghabiskan malam takbiran di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Siti Fatimah Az-Zahra. Bukannya merayakan di rumah bersama keluarga, mereka justru mendampingi orang-orang terkasih yang tengah berjuang melawan sakit.
Rahmat menemani istrinya yang dirawat intensif, sementara Doni mendampingi saudara iparnya yang menderita vertigo dan gerd akut. Suasana IGD yang ramai dengan pasien dan aktivitas medis berpadu dengan lantunan takbir dari masjid-masjid di luar, menciptakan kontras yang menyayat hati. Di tengah kekhawatiran dan kesedihan, mereka berdua saling menguatkan, berbagi beban di situasi yang penuh kecemasan.
Kesedihan Doni semakin bertambah ketika ia menerima kabar duka dari kampung halamannya. Kakeknya, yang juga seperti ayah bagi keluarganya, telah meninggal dunia beberapa jam setelah berbuka puasa. Rencana mudik untuk merayakan Lebaran bersama keluarga besar di Jakarta pun terpaksa berubah menjadi perjalanan duka cita. Ia harus kembali ke Palembang untuk mengurus pemakaman dan melayat.
Duka dan Solidaritas di Tengah Lebaran
Rumah duka di Kelurahan Sukajaya, Palembang, dipenuhi tenda dan bendera bertuliskan 'Innalillahi wa inna ilaihi raji'un'. Suasana duka menyelimuti perayaan Lebaran keluarga Doni. Namun, di tengah kesedihan, hadir pula solidaritas yang menghangatkan hati. Tetangga, keluarga, dan kerabat berbondong-bondong datang untuk menyampaikan belasungkawa dan membantu keluarga yang berduka.
Mereka bahu-membahu mengurus pemakaman, menyolatkan jenazah, dan menggelar tahlilan. Para ibu memasak bersama-sama untuk menyediakan makanan bagi para pelayat. Teman-teman masa kecil Doni juga turut serta membantu menyiapkan keperluan doa bersama. Kasih sayang dan kepedulian mereka menjadi pengobat luka di tengah duka yang mendalam.
Solidaritas ini menunjukkan bahwa Idul Fitri bukan hanya tentang kebahagiaan, tetapi juga tentang keteguhan hati dan kasih sayang. Lebaran bagi Doni terasa berbeda, kesunyian menyelimuti keramaian. Namun, kehadiran keluarga dan teman-teman yang saling menguatkan membuktikan bahwa makna Idul Fitri tetap terjaga, meskipun ada orang terkasih yang telah tiada.
Apresiasi untuk Tenaga Kesehatan
Kisah Rahmat dan Doni juga menyoroti dedikasi para tenaga kesehatan di RSUD Siti Fatimah Az-Zahra. Di tengah perayaan Lebaran, mereka tetap bertugas dengan penuh dedikasi, merawat pasien dan memberikan pelayanan terbaik. Semoga pelayanan mereka yang ikhlas dan profesional dapat memperbesar peluang kesembuhan bagi para pasien, agar mereka dapat kembali berkumpul bersama keluarga.
Dari kisah-kisah ini, kita belajar bahwa makna Idul Fitri yang sebenarnya terletak pada kasih sayang, kepedulian, dan solidaritas antarsesama. Kekuatan sejati lahir dari semangat kebersamaan dan saling menguatkan, bahkan di tengah duka dan cobaan. Lebaran bukan hanya tentang kemenangan melawan hawa nafsu, tetapi juga kemenangan melawan kesedihan dan keputusasaan dengan berpegang teguh pada iman dan saling mengasihi.
Meskipun diiringi duka, semangat Idul Fitri tetap menyala. Kasih sayang dan kepedulian yang ditunjukkan oleh masyarakat Palembang menjadi bukti nyata bahwa makna Lebaran jauh lebih luas dan mendalam daripada sekadar perayaan hari raya. Semoga semangat ini terus terjaga dan menginspirasi kita semua.