Mengungkap Rahasia Konstitusional: Amnesti dan Abolisi, Alat Pengampunan Presiden Sejak Era Soekarno
Pakar hukum tata negara menegaskan amnesti dan abolisi adalah alat konstitusional presiden untuk pengampunan. Pahami lebih dalam fungsi dan sejarah penggunaan amnesti dan abolisi di Indonesia.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid, menegaskan bahwa instrumen hukum amnesti dan abolisi merupakan alat konstitusional Presiden. Kedua mekanisme ini berfungsi sebagai sarana pemberian pengampunan yang penting dalam sistem ketatanegaraan.
Menurut Fahri, hak konstitusional ini wajib dipandang sebagai bagian integral dari penegakan keadilan. Selain itu, penggunaannya juga bertujuan untuk pemenuhan hak asasi manusia serta perlindungan individu yang terlibat dalam proses hukum.
Kebijakan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto menjadi sorotan publik. Langkah ini dinilai berlandaskan pada prinsip kepentingan publik yang objektif dan mendalam, mencakup dimensi stabilitas nasional.
Landasan Konstitusional dan Filosofis Amnesti dan Abolisi
Secara terminologi, amnesti dan abolisi adalah instrumen yang diarahkan untuk mencapai keadilan. Keberadaan kedua lembaga ini secara eksplisit dikonstruksikan oleh norma dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, menunjukkan dasar hukum yang kuat.
Fahri Bachmid menjelaskan bahwa secara filosofis dan teoritis, pranata pengampunan presiden telah dilembagakan dalam berbagai sistem pemerintahan. Tradisi ini berasal dari sistem monarki Inggris, di mana raja dianggap sebagai sumber keadilan tertinggi.
Hal ini dikenal sebagai hak prerogatif eksekutif atau executive prerogative. Prinsip ini memberikan kewenangan kepada kepala negara untuk memberikan pengampunan kepada warga yang telah dijatuhi pidana, dengan basis filosofis dan sosiologis yang kokoh.
Sejarah Penggunaan dan Mekanisme Check and Balance
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, hampir semua rezim pemerintahan telah menggunakan hak konstitusional ini. Mulai dari era Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi, mekanisme ini terbukti efektif dalam berbagai perkara.
Penggunaan instrumen amnesti dan abolisi telah menjadi bagian dari sejarah panjang republik. Mekanisme ini digunakan sebagai instrumen politik dan hukum untuk mengelola konflik serta mengoreksi praktik hukum yang menimbulkan ketidakadilan.
Presiden dalam mengeluarkan kebijakan ini telah mengkalkulasi berbagai aspek signifikan. Hal ini mencakup kepentingan negara yang lebih besar, stabilitas nasional, dan pencegahan perpecahan di masyarakat secara holistik.
Sikap Presiden ini berangkat dari prosedur ketatanegaraan yang konstitusional. Abolisi dan amnesti sebagai sebuah legal declaration melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memenuhi kaidah check and balance, memastikan pertimbangan DPR diperhatikan.
Perbedaan Amnesti dan Abolisi Serta Kasus Terkini
Penting untuk memahami perbedaan mendasar antara amnesti dan abolisi. Abolisi merupakan hak kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana dan menghentikan proses hukum jika telah dijalankan, tanpa adanya putusan pengadilan yang inkrah.
Hak abolisi diberikan Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Sementara itu, amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau kelompok yang telah melakukan tindak pidana tertentu, biasanya setelah ada putusan hukum.
Contoh terkini adalah abolisi yang diberikan kepada Tom Lembong. Ia sebelumnya divonis 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan atas kasus korupsi importasi gula yang merugikan negara Rp194,72 miliar.
Di sisi lain, amnesti diberikan kepada Hasto Kristiyanto. Ia divonis 3 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti memberikan suap dalam kasus dugaan perintangan penyidikan.