Metode Hisab dan Rukyat: Saling Melengkapi dalam Penentuan Awal Ramadhan
Profesor Thomas Djamaluddin dari BRIN menjelaskan bahwa metode hisab dan rukyat saling melengkapi dalam menentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri, perbedaan utama terletak pada kriteria, bukan metode.

Jakarta, 25 Februari 2024 - Perbedaan penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri di Indonesia bukan semata karena perbedaan metode hisab dan rukyat, melainkan perbedaan kriteria dalam menentukan hilal. Hal ini ditegaskan oleh Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin, dalam sebuah gelar wicara di kanal Youtube resmi BRIN. Beliau menjelaskan bahwa kedua metode tersebut sejatinya saling melengkapi dan memiliki akar yang sama, berasal dari ajaran Rasulullah SAW.
Awalnya, Rasulullah SAW mengajarkan metode rukyat, yaitu pengamatan langsung hilal. Namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan, metode hisab, atau perhitungan astronomi, mulai digunakan untuk menentukan posisi bulan dan matahari secara akurat. Thomas Djamaluddin menekankan bahwa "Sayangnya di masyarakat kemudian ada dikotomi. Hisab dan rukyat seolah-olah berbeda, padahal akarnya sama. Dari hasil rukyat kemudian diformulasikan itu menjadi formulasi untuk perhitungan posisi bulan dan kemudian dari hasil perhitungan itu bisa digunakan untuk memprakirakan rukyatnya." Akurasi hisab saat ini sangat tinggi, bahkan mampu memprediksi gerhana matahari hingga hitungan detik.
Meskipun demikian, kedua metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Rukyat memberikan bukti fisik perubahan siklus bulan, namun rentan terhadap faktor cuaca dan kontras cahaya senja. Sebaliknya, hisab sangat akurat, tetapi tidak semua umat Islam menerimanya tanpa bukti rukyat. Oleh karena itu, Thomas Djamaluddin menyimpulkan bahwa "masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya, oleh karena itu mestinya hisab dan rukyat ini bisa saling melengkapi."
Metode Hisab dan Rukyat: Akurasi dan Kriteria
Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa akurasi perhitungan hisab dalam menentukan posisi hilal saat ini sudah sangat tinggi. Ketepatan hisab terlihat jelas dalam prediksi gerhana matahari, yang dapat dihitung hingga hitungan detik. Namun, beliau juga mengakui bahwa rukyat, meskipun dipengaruhi faktor cuaca, memberikan bukti visual perubahan siklus bulan. Kedua metode ini, menurutnya, seharusnya dipadukan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat dan komprehensif.
Perbedaan dalam penetapan awal bulan Hijriah di Indonesia, menurut Thomas Djamaluddin, lebih disebabkan oleh perbedaan kriteria dalam menentukan hilal, bukan perbedaan metode hisab dan rukyat itu sendiri. "Ternyata sebabnya karena perbedaan kriteria. Ketika menggunakan kriteria apakah bulan ini bisa teramati atau tidak, itu biasanya mensyaratkan ketinggian tertentu atau jarak bulan dan matahari yang disebut elongasi tertentu," jelasnya. Beliau menekankan pentingnya kesepahaman dalam menentukan kriteria ini untuk mencapai keseragaman dalam penetapan awal bulan Hijriah.
Dengan kemajuan teknologi dan metode yang ada, diharapkan penentuan awal bulan Hijriah dapat semakin akurat dan diterima oleh semua pihak. Baik hisab maupun rukyat memiliki tujuan yang sama, yaitu memastikan ketepatan pelaksanaan ibadah sesuai syariat Islam. Penting untuk memahami bahwa kedua metode ini bukan berseberangan, melainkan saling mendukung dan melengkapi satu sama lain.
Harapan untuk Masa Depan
Ke depan, Thomas Djamaluddin berharap adanya harmonisasi dalam penggunaan metode hisab dan rukyat untuk penentuan awal bulan Hijriah. Dengan demikian, perbedaan penetapan yang kerap terjadi dapat diminimalisir. Integrasi kedua metode ini, menurutnya, akan menghasilkan penentuan awal bulan Hijriah yang lebih akurat dan diterima secara luas oleh umat Islam di Indonesia.
Perlu adanya dialog dan pemahaman yang lebih mendalam antar pihak terkait untuk mencapai konsensus dalam kriteria penetapan hilal. Dengan demikian, perbedaan penentuan awal bulan Hijriah dapat diatasi dan ibadah umat Islam dapat berjalan dengan lebih khusyuk dan tertib.
Pentingnya kolaborasi antara ilmu pengetahuan dan pemahaman keagamaan dalam menentukan awal bulan Hijriah menjadi kunci utama dalam mencapai keseragaman dan keakuratan. Semoga dengan pemahaman yang lebih baik, perbedaan dapat dijembatani dan ibadah umat Islam dapat berjalan dengan lancar.