Ramadan di Indonesia Lebih Awal: Mengapa Berbeda dengan Brunei dan Singapura?
Indonesia memulai Ramadhan 1446 H lebih awal dari Brunei dan Singapura karena perbedaan dalam pemantauan hilal, meskipun menggunakan metode yang sama.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengumumkan bahwa 1 Ramadhan 1446 H di Indonesia dimulai lebih awal dibandingkan Brunei Darussalam dan Singapura. Pengumuman ini disampaikan pada Jumat, 28 Februari 2025, setelah Sidang Isbat di Jakarta. Perbedaan ini terjadi meskipun Indonesia, Brunei, dan Singapura menggunakan metode Imkanur Rukyat yang sama, yaitu dengan kriteria tinggi hilal minimum 3° dan sudut elongasi minimum 6,4°. Perbedaannya terletak pada hasil pemantauan hilal di masing-masing negara. Di Indonesia, hilal yang memenuhi kriteria tersebut hanya terlihat di Aceh, menjadikannya rujukan nasional. Sementara itu, Brunei dan Singapura tidak melihat hilal pada waktu yang sama.
Perbedaan penentuan awal Ramadhan ini disebabkan oleh perbedaan lokasi pemantauan hilal dan interpretasi atas hasil pengamatan. Indonesia, dengan luas wilayahnya, menjadikan hilal yang terlihat di Aceh sebagai acuan. Hal ini berbeda dengan Brunei dan Singapura yang mungkin memiliki kriteria pengamatan atau interpretasi yang sedikit berbeda, sehingga mereka tidak melihat hilal yang memenuhi kriteria MABIMS pada waktu yang sama.
Keputusan ini diambil setelah Kementerian Agama melakukan pemantauan hilal di 125 titik di seluruh Indonesia. Hanya di Aceh hilal memenuhi kriteria MABIMS. Wakil Menteri Agama, Romo HR Muhammad Syafi’i, menambahkan bahwa rukyatul hilal di Aceh dikonfirmasi tidak hanya oleh Kementerian Agama, tetapi juga oleh berbagai organisasi masyarakat Islam, sehingga hasil pengamatan tersebut diterima secara luas dan menjadi rujukan pemerintah.
Perbedaan Metode dan Hasil Pemantauan Hilal
Meskipun Indonesia, Brunei, dan Singapura sepakat menggunakan metode Imkanur Rukyat dengan kriteria yang sama, perbedaan lokasi pengamatan dan interpretasi hasil pengamatan menyebabkan perbedaan waktu dimulainya Ramadhan. Indonesia, dengan wilayahnya yang luas, mempertimbangkan hilal yang terlihat di Aceh sebagai rujukan nasional. Hal ini berbeda dengan Brunei dan Singapura yang mungkin memiliki perbedaan dalam interpretasi hasil pengamatan, sehingga mereka tidak melihat hilal yang memenuhi kriteria pada waktu yang sama dengan Indonesia.
Kementerian Agama Indonesia menekankan bahwa pemantauan hilal dilakukan secara ketat dan komprehensif di berbagai titik di seluruh Indonesia. Hanya hasil pengamatan di Aceh yang memenuhi kriteria MABIMS, sehingga menjadi dasar penetapan awal Ramadhan di Indonesia. Proses ini melibatkan berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat Islam, untuk memastikan keakuratan dan penerimaan hasil pengamatan.
Wakil Menteri Agama menjelaskan bahwa kesepakatan MABIMS memiliki fleksibilitas dalam menentukan rujukan hilal. Apabila hilal terlihat di suatu wilayah, maka wilayah tersebut menjadi rujukan bagi penetapan awal Ramadhan. Ini menjelaskan mengapa meskipun menggunakan metode yang sama, penentuan awal Ramadhan di Indonesia, Brunei, dan Singapura dapat berbeda.
Dengan demikian, perbedaan waktu dimulainya Ramadhan antara Indonesia dengan Brunei dan Singapura bukanlah pertentangan terhadap kesepakatan MABIMS, melainkan perbedaan interpretasi hasil pengamatan hilal berdasarkan lokasi geografis dan metodologi yang diterapkan masing-masing negara.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Pemantauan Hilal di Indonesia
Proses pemantauan hilal di Indonesia melibatkan 125 titik pengamatan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dilakukan untuk memastikan akurasi data dan mempertimbangkan perbedaan kondisi geografis di berbagai daerah. Proses ini juga melibatkan berbagai organisasi masyarakat Islam untuk memastikan transparansi dan keakuratan data.
Penetapan awal Ramadhan berdasarkan hasil rukyatul hilal di Aceh bukan tanpa alasan. Lokasi Aceh yang berada di ujung barat Indonesia menjadikannya titik strategis dalam pengamatan hilal. Hasil pengamatan di Aceh menjadi rujukan nasional karena memenuhi kriteria yang telah disepakati dalam MABIMS. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam menentukan awal Ramadhan berdasarkan metode yang akurat dan terpercaya.
Dengan demikian, perbedaan penentuan awal Ramadhan di Indonesia, Brunei, dan Singapura menunjukkan kompleksitas dalam menentukan awal bulan Ramadhan berdasarkan metode rukyatul hilal. Meskipun menggunakan metode yang sama, perbedaan interpretasi dan kondisi geografis dapat menyebabkan perbedaan waktu dimulainya Ramadhan.
Pemerintah Indonesia memastikan bahwa proses penetapan awal Ramadhan dilakukan secara transparan dan melibatkan berbagai pihak. Hasil pengamatan hilal di Aceh yang memenuhi kriteria MABIMS menjadi dasar penetapan awal Ramadhan di Indonesia, yang meskipun berbeda dengan Brunei dan Singapura, tetap berdasarkan metode yang telah disepakati bersama.
Perbedaan ini juga menunjukkan pentingnya pemahaman yang mendalam terhadap metode Imkanur Rukyat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti kondisi geografis dan interpretasi hasil pengamatan. Hal ini menekankan pentingnya komunikasi dan koordinasi antar negara dalam menentukan awal Ramadhan, meskipun perbedaan tetap mungkin terjadi.