NTB Kaji Pendanaan Proyek Pembangunan Lewat Sukuk Hijau
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tengah mengkaji penerbitan sukuk hijau sebagai alternatif pendanaan proyek pembangunan ramah lingkungan, guna mendukung komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon.

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) membuka peluang baru dalam pendanaan proyek pembangunan. Provinsi yang dikenal dengan keindahan alamnya ini tengah mengkaji penerbitan sukuk hijau sebagai alternatif pendanaan untuk berbagai proyek ramah lingkungan di masa depan. Langkah ini diambil sebagai upaya mendukung komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan melawan perubahan iklim. Inisiatif ini diumumkan pada Selasa di Mataram, NTB.
Ide penerbitan sukuk hijau ini muncul seiring dengan adanya peta jalan net zero emission yang telah disusun NTB. "Nusa Tenggara Barat sudah punya peta jalan net zero emission, otomatis memerlukan investasi hijau karena pembiayaannya cukup besar," jelas Pelaksana Tugas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) NTB, Izzuddin Mahili. Pembiayaan proyek-proyek ramah lingkungan memang membutuhkan dana yang signifikan, dan sukuk hijau diharapkan dapat menjadi solusi yang efektif dan sesuai dengan prinsip keberlanjutan.
Sukuk hijau sendiri merupakan surat berharga syariah negara (SBSN) yang diperuntukkan bagi proyek-proyek yang ramah lingkungan. Penerbitan sukuk ini sejalan dengan upaya global dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Dengan skema ini, diharapkan akan lebih banyak investasi yang mengalir ke proyek-proyek berkelanjutan di NTB.
Potensi Besar Energi Terbarukan NTB
NTB memiliki potensi besar dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Data dari Dinas ESDM NTB menunjukkan potensi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) mencapai 10.628 megawatt, dengan Pulau Sumbawa sebagai lokasi terbesar. Selain itu, potensi pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) mencapai 52 megawatt yang tersebar di Lombok dan Sumbawa. Potensi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi investor untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan di NTB.
Pengembangan EBT di NTB memang menghadapi tantangan, terutama dalam hal pendanaan dan keberlanjutan proyek. Namun, dengan adanya skema pendanaan melalui sukuk hijau, diharapkan tantangan ini dapat diatasi. Sukuk hijau dinilai sebagai solusi menarik bagi investor yang peduli terhadap prinsip syariah dan keberlanjutan lingkungan.
Penerbitan sukuk hijau ini dapat dilakukan oleh pemerintah daerah atau melalui perbankan syariah, seperti Bank NTB Syariah yang merupakan badan usaha milik daerah. Kerja sama dengan lembaga keuangan syariah diharapkan dapat mempermudah proses penerbitan dan penyaluran dana.
Dukungan Pemerintah Pusat
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, menyatakan bahwa pemerintah provinsi akan mengkaji lebih lanjut penerbitan sukuk hijau ini dengan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk memastikan proses penerbitan sukuk hijau berjalan sesuai dengan regulasi yang berlaku dan terarah.
Keterlibatan OJK dan Kementerian Keuangan sangat penting untuk memastikan kelancaran proses penerbitan sukuk hijau. Kedua lembaga ini memiliki keahlian dan pengalaman dalam hal pengelolaan keuangan negara dan pasar modal syariah. Dengan dukungan dari pemerintah pusat, diharapkan penerbitan sukuk hijau di NTB dapat berjalan lancar dan efektif.
Proyek-proyek yang dapat didanai melalui sukuk hijau di NTB sangat beragam. Mulai dari infrastruktur berkelanjutan, energi terbarukan seperti PLTS dan PLTMH, konservasi lingkungan, penelitian biodiversitas, hingga proyek pengelolaan limbah air yang berkelanjutan. Hal ini menunjukkan bahwa sukuk hijau dapat memberikan dampak yang luas bagi pembangunan berkelanjutan di NTB.
Dengan mengkaji skema pendanaan melalui sukuk hijau, NTB menunjukkan komitmennya dalam pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan. Langkah ini diharapkan dapat menarik minat investor untuk berpartisipasi dalam pembangunan daerah dan berkontribusi pada upaya global dalam mengurangi emisi karbon.