Ombudsman RI Telisik Kebijakan Ekspor Benih Lobster Demi Devisa Negara
Ombudsman RI tengah mengkaji kebijakan ekspor benih lobster (BBL) untuk meningkatkan devisa negara, menimbang nilai ekonomi BBL yang tinggi dan potensinya untuk mendanai program-program pemerintah.
Ombudsman RI tengah meneliti kebijakan ekspor benih bening lobster (BBL) guna meningkatkan pendapatan negara. Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, mengungkapkan hal ini pada Selasa lalu di kantor Ombudsman, Jakarta. Kajian ini dilakukan mengingat nilai ekonomi BBL yang signifikan, bahkan dari tahap bibit saja.
Hery Susanto menjelaskan bahwa kajian ini sangat relevan dengan program pemerintah saat ini, seperti program Makan Bergizi Gratis dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang membutuhkan dana besar. Beliau menekankan potensi BBL sebagai sumber devisa negara yang signifikan, mengingat pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengenai potensi kekayaan Indonesia dari sektor kelautan dan perikanan.
Alasan pentingnya kajian ini juga terkait dengan nilai transaksi yang tidak kecil dalam bisnis BBL. Hery Susanto menyinggung kasus pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan yang pernah terlibat masalah hukum terkait BBL, yang menunjukkan bahwa ini bukan masalah uang sedikit. Oleh karena itu, pengawasan dan kajian kebijakan ekspor BBL menjadi sangat penting.
Kajian sektor kelautan dan perikanan bukanlah hal baru bagi Ombudsman RI. Pada tahun 2023, Ombudsman telah meneliti program penangkapan ikan terukur Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hasil kajian tersebut, yang mencakup berbagai temuan, telah disampaikan kepada Menteri KKP. Menanggapi temuan tersebut, Menteri Wahyu Sakti Trenggono langsung menindaklanjuti dengan moratorium dan penundaan program penangkapan ikan terukur, karena infrastruktur yang kurang memadai dan protes dari nelayan.
Kesimpulannya, Ombudsman RI melihat urgensi kajian terhadap kebijakan ekspor BBL untuk memastikan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan potensi devisa yang signifikan serta mencegah potensi penyimpangan yang merugikan negara.