Operasi Modifikasi Cuaca Sumbar Efektif Atasi Karhutla, Tahukah Anda Berapa Hari Pelaksanaannya?
Operasi Modifikasi Cuaca Sumbar berhasil menekan karhutla di wilayah tersebut, terutama di Solok dan Limapuluh Kota. Simak bagaimana upaya ini bekerja dan dampaknya!

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat (Sumbar) menyatakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang dilaksanakan pada 25-31 Juli 2025 berhasil menekan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Juru bicara BPBD Sumbar, Ilham Wahab, menegaskan efektivitas program ini dalam mengatasi bencana.
Program ini secara khusus menargetkan wilayah Kabupaten Solok dan Kabupaten Limapuluh Kota. Kedua daerah ini sebelumnya berstatus tanggap darurat karhutla, sehingga menjadi prioritas utama penanganan.
OMC bertujuan merekayasa hujan buatan untuk memadamkan titik api serta mencegah meluasnya kebakaran. Keberhasilan ini memberikan angin segar di tengah ancaman kekeringan panjang yang melanda beberapa wilayah.
Efektivitas dan Perpanjangan Operasi Modifikasi Cuaca di Sumbar
Juru bicara BPBD Sumatera Barat, Ilham Wahab, menegaskan bahwa Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) yang dilaksanakan di wilayahnya terbukti sangat efektif. Upaya ini berhasil secara signifikan menekan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), khususnya di titik-titik yang menjadi target utama.
Awalnya, OMC direncanakan hanya berlangsung selama lima hari, fokus pada rekayasa hujan buatan di langit Kabupaten Solok dan Limapuluh Kota. Kedua kabupaten ini dipilih karena statusnya sebagai daerah tanggap darurat karhutla saat operasi dimulai.
Namun, BPBD bersama BMKG setempat memutuskan untuk memperpanjang durasi operasi menjadi tujuh hari. Keputusan ini diambil karena masih teridentifikasi adanya titik api serta potensi kebakaran yang memerlukan penanganan lebih lanjut, memastikan kondisi semakin kondusif.
Pengalihan Fokus Nasional dan Ancaman Karhutla Berkelanjutan
Penghentian Operasi Modifikasi Cuaca di Sumatera Barat tidak hanya didasari oleh kondisi yang semakin kondusif di Solok dan Limapuluh Kota. Faktor utama lainnya adalah meluasnya dampak karhutla di Pulau Kalimantan yang membutuhkan prioritas penanganan segera.
Ilham Wahab menjelaskan bahwa operasi ini dialihkan ke Kalimantan agar sumber daya dapat dimaksimalkan untuk penanggulangan bencana di sana. Ini menunjukkan respons cepat dan koordinasi nasional dalam menghadapi krisis lingkungan.
Meskipun OMC di Sumbar telah berhasil, BPBD bersama Dinas Kehutanan dan pemangku kepentingan lainnya tetap bersiaga penuh. Kewaspadaan ini penting mengingat potensi kebakaran masih ada, seperti insiden lahan seluas 100 hektare yang terbakar di Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman, pada 1 Agustus.
Kondisi Kekeringan Ekstrem dan Upaya Pencegahan
Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Kelas II Minangkabau, Desindra Deddy Kurniawan, menjelaskan bahwa penebaran natrium klorida (NaCl) di langit Ranah Minang bertujuan untuk merekayasa hujan buatan. Teknik ini krusial dalam mengatasi kekeringan yang melanda beberapa wilayah.
Berdasarkan catatan BMKG, sejumlah wilayah di Sumatera Barat telah masuk dalam kategori kekeringan panjang, bahkan mendekati kondisi ekstrem. Misalnya, Kabupaten Solok tercatat mengalami hari tanpa hujan selama 30 hingga 60 hari berturut-turut.
Kondisi kemarau panjang ini menjadi pemicu utama kebakaran lahan yang terjadi. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan mitigasi dini terus diintensifkan oleh pemerintah daerah bersama berbagai pihak terkait untuk menghindari terulangnya bencana karhutla skala besar.