Pakar Hukum Usul Rekayasa Konstitusi Usai Putusan MK No. 62/PUU-XXII/2024
Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) merekomendasikan rekayasa konstitusional pasca putusan MK No. 62/PUU-XXII/2024 untuk mencegah jumlah pasangan Capres-Cawapres yang berlebihan dalam Pemilu.
![Pakar Hukum Usul Rekayasa Konstitusi Usai Putusan MK No. 62/PUU-XXII/2024](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/05/000029.415-pakar-hukum-usul-rekayasa-konstitusi-usai-putusan-mk-no-62puu-xxii2024-1.jpeg)
Pakar Hukum Beri Rekomendasi Rekayasa Konstitusi
Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) baru-baru ini memberikan sejumlah saran terkait rekayasa konstitusional pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024. Saran-saran ini disampaikan dalam webinar nasional mereka pada Selasa, 04 Februari 2025, yang juga menghadirkan Ketua Komisi II DPR RI, M. Rifqinizamy Karsayuda sebagai pembicara kunci.
Webinar tersebut berfokus pada putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 2 Januari 2025. Putusan ini menyoroti potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak, yang dapat merusak hakikat Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang langsung dipilih rakyat. MK menyarankan agar pembentuk undang-undang melakukan rekayasa konstitusional untuk mengatasi masalah ini.
Sekjen APHTN-HAN, Prof. Bayu Dwi Anggono, menjelaskan bahwa inti pertimbangan hukum putusan MK tersebut adalah tentang opsi rekayasa konstitusional—apakah kewajiban atau pilihan—bagi pembentuk Undang-Undang Pemilu dalam mengatur persyaratan pencalonan Capres-Cawapres.
Webinar ini bertujuan untuk membahas model rekayasa konstitusional yang ideal, sesuai dengan batasan-batasan yang ditetapkan oleh MK. APHTN-HAN berharap hasil webinar ini dapat memberikan kontribusi bagi pembaruan legislasi di bidang kepemiluan, serta mendorong partisipasi semua pihak yang terkait dalam proses tersebut.
Rekomendasi Rekayasa Konstitusional
Prof. Agus Riewanto dari Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, salah satu narasumber webinar, memberikan empat rekomendasi penting. Pertama, revisi UU Pemilu harus mempertimbangkan putusan MK No.62/PUU-XXII/2024. Kedua, perlu adanya mekanisme pencalonan yang adil, inklusif, dan mencegah fragmentasi berlebihan. Ketiga, partisipasi publik dalam proses perumusan rekayasa konstitusional sangat krusial, termasuk melibatkan pemangku kepentingan dan masyarakat sipil. Terakhir, evaluasi dan monitoring implementasi rekayasa konstitusional harus dilakukan secara berkala.
APHTN-HAN, yang sebelumnya juga telah memberikan rekomendasi untuk pembaruan legislasi pemilu, berharap agar proses pembahasan legislasi ini melibatkan semua pihak yang peduli terhadap penyelenggaraan pemilu yang demokratis dan efektif. Mereka menekankan pentingnya pertimbangan yang matang dan komprehensif dalam melakukan rekayasa konstitusional agar tercipta sistem Pemilu yang lebih baik.