DPR Pastikan Revisi UU Pemilu Transparan dan Akuntabel
Komisi II DPR berkomitmen pada partisipasi bermakna dalam revisi UU Pemilu pasca putusan MK yang menghapus presidential threshold, dengan transparansi dan akuntabilitas dijamin melalui siaran langsung rapat.
Jakarta, 20 Januari 2024 - Komisi II DPR RI memastikan revisi Undang-Undang Pemilu akan mengedepankan partisipasi masyarakat secara transparan dan akuntabel. Hal ini disampaikan Ketua Komisi II, Rifqinizamy Karsayuda, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden.
Rifqi menegaskan komitmen Komisi II untuk menerapkan prinsip meaningful participation dalam proses revisi. "Asas keterbukaan dan transparansi merupakan kunci partisipasi bermakna dalam pembentukan undang-undang," ujarnya. Komisi II membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mengawasi proses ini.
Untuk memastikan akuntabilitas, semua rapat Komisi II kini direkam dan disiarkan langsung melalui media sosial. "Dengan demikian, masyarakat dapat memantau langsung kinerja DPR dan pemerintah dalam merumuskan norma baru," jelas Rifqi. Transparansi ini diharapkan dapat menjamin proses revisi UU Pemilu berjalan bersih dan terbebas dari kecurigaan.
Komisi II telah menjadwalkan rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri dan lembaga penyelenggara pemilu. Tujuannya, merumuskan norma hukum baru sesuai putusan MK. Tidak hanya itu, pihaknya juga melibatkan pegiat kepemiluan dan akademisi untuk memastikan revisi UU Pemilu sesuai konstitusi dan kebutuhan masyarakat.
Rifqi menekankan pentingnya peran DPR dan pemerintah dalam merespon putusan MK. MK, menurutnya, bertindak sebagai negative legislator; mereka membatalkan norma hukum, namun tidak membentuk norma baru. "Oleh karena itu, tugas membentuk norma baru menjadi tanggung jawab DPR dan pemerintah," tambahnya.
Revisi UU Pemilu ini penting untuk mengantisipasi potensi penambahan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden. Putusan MK yang menghapus presidential threshold berpotensi memunculkan hingga 30 pasangan capres-cawapres jika dikaitkan dengan jumlah partai politik peserta pemilu. Revisi ini bertujuan untuk menjaga hak konstitusional warga negara, sekaligus mengelola potensi dampak putusan MK tersebut.
Sebelumnya, MK menghapus Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal tersebut mengatur syarat pencalonan presiden dan wakil presiden, yaitu dukungan minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. MK menilai pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Ketua MK, Suhartoyo, saat membacakan putusan menyatakan, "Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya."
Dengan komitmen transparansi dan partisipasi yang aktif, DPR berharap revisi UU Pemilu dapat berjalan lancar dan menghasilkan norma hukum yang baik bagi Indonesia. Proses ini membutuhkan kerja sama seluruh pihak untuk menghasilkan aturan yang adil, demokratis, dan sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat.