Pemerintah Diminta Serius Kembangkan Bioetanol sebagai BBN
Pengamat mendesak pemerintah untuk serius mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar nabati (BBN) dengan mengatasi kendala bahan baku, produksi, dan harga, guna mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Jakarta, 26 Januari 2024 - Pemerintah didesak untuk fokus mengembangkan bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) setelah ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menekankan perlunya intervensi pemerintah, khususnya dalam hal penyediaan bahan baku.
Fabby menjelaskan, "Pemerintah perlu serius. Intervensi dalam pengadaan feedstock (bahan baku) sangat penting." Menurutnya, pengembangan bioetanol menghadapi tiga tantangan besar.
Pertama, ketersediaan bahan baku. Tanaman penghasil bioetanol di Indonesia masih terbatas dibandingkan kelapa sawit, yang menjadi sumber biodiesel. "Pengembangan biodiesel B40 lebih mudah karena perhitungannya simpel: berapa untuk BBN, berapa untuk ekspor. Berbeda dengan bioetanol yang berasal dari tebu, jagung, sorgum, atau singkong. Bahan bakunya masih kurang," ungkap Fabby.
Ia menambahkan, Indonesia masih mengimpor gula, dan molase (sisa pengolahan tebu) yang dibutuhkan untuk produksi etanol juga terbatas. Tantangan kedua adalah menghasilkan etanol dengan kualitas fuelgrade (99 persen kemurnian), yang memerlukan intervensi pemerintah. Tantangan ketiga terkait harga; harga etanol internasional mungkin lebih tinggi dari minyak bumi karena etanol juga digunakan untuk industri dan pangan.
Berbeda dengan biodiesel yang memiliki Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk subsidi, bioetanol tidak memiliki skema serupa. Fabby menjelaskan, "Jika ingin bioetanol terjangkau, pemerintah harus siap menggunakan APBN untuk subsidi." Ia menekankan perlunya intervensi pemerintah untuk mengatasi ketiga tantangan tersebut, terutama keterbatasan bahan baku.
Senada dengan Fabby, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, juga mendorong peran aktif pemerintah, misalnya dengan melibatkan BUMN dan sektor keuangan untuk memastikan ketersediaan bahan baku bioetanol dalam skala besar. "Kita perlu membangun perkebunan singkong atau tebu dalam skala luas untuk menghasilkan bahan mentah etanol murah," kata Marwan.
Marwan menambahkan, produksi singkong atau tebu saat ini belum mampu menyaingi produksi CPO. Pemerintah perlu komitmen untuk mengembangkan perkebunan singkong atau tebu dalam skala jutaan hektar jika ingin bioetanol bersaing. Kesimpulannya, pengembangan bioetanol membutuhkan komitmen serius pemerintah dalam mengatasi kendala bahan baku, proses produksi, dan harga jual agar dapat menjadi alternatif BBN yang efektif.