Penurunan Tarif Impor AS-China: Peluang Emas bagi UMKM Indonesia?
Penurunan tarif impor dalam perang dagang AS-China memberikan dampak positif bagi UMKM Indonesia, meski perlu strategi adaptasi agar tetap kompetitif.

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang telah berlangsung beberapa waktu, kini menunjukkan sedikit titik terang. Penurunan tarif impor yang disepakati kedua negara memberikan angin segar bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Konsultan Bisnis Kerakyatan, Wirson Selo, menilai hal ini sebagai awal yang baik, namun tetap mengingatkan pentingnya adaptasi dan strategi bisnis yang dinamis bagi UMKM agar dapat memanfaatkan peluang ini secara maksimal.
Kesepakatan penurunan tarif impor tersebut dicapai setelah negosiasi antara petinggi AS dan China di Jenewa, Swiss pada 10-11 Mei 2023. Tarif impor barang China ke AS turun dari 145 persen menjadi 30 persen, sementara tarif impor barang AS ke China turun dari 125 persen menjadi 10 persen. Perubahan ini berdampak signifikan pada rantai pasok global dan memberikan peluang baru bagi UMKM Indonesia untuk meningkatkan daya saingnya di pasar internasional.
Wirson Selo menekankan bahwa "Perang dagang sejatinya sudah terjadi sejak ratusan tahun lampau," mengingatkan kita pada jalur sutra sebagai contoh jalur perdagangan kuno. Ia menjelaskan bahwa setiap negara selalu berupaya untuk mencapai surplus perdagangan, memaksimalkan ekspor dan meminimalkan impor. Dinamika ini, menurutnya, membutuhkan strategi yang adaptif dari para pelaku usaha.
Dampak Positif dan Tantangan bagi UMKM
Meskipun penurunan tarif impor AS-China memberikan peluang bagi UMKM Indonesia, Wirson Selo mengingatkan bahwa UMKM tidak boleh terlena. Ia menjelaskan bahwa pada awal perang dagang, banyak pelaku usaha yang mengecek rantai pasok bahan baku dan mengevaluasi pasar ekspor, khususnya ke AS. UMKM yang mengekspor ke AS menghadapi tantangan karena kontrak jual beli yang telah disepakati sebelum kebijakan baru diberlakukan. Ketidakpastian ini menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku usaha.
Namun, upaya pemerintah dalam bernegosiasi dengan AS dinilai Wirson sebagai langkah kompromistis yang baik untuk menjaga stabilitas ekspor. Situasi ini, justru seharusnya menjadi pemicu bagi UMKM untuk memperluas pasar ekspor ke negara lain dan meningkatkan diversifikasi produk.
Wirson menambahkan bahwa perang dagang ini menjadi pelajaran berharga. Pemerintah perlu meningkatkan dialog perdagangan dengan lebih banyak negara untuk mengurangi risiko dampak negatif kebijakan negara lain terhadap UMKM. Sementara itu, UMKM perlu meningkatkan efisiensi produksi, diversifikasi sumber bahan baku, dan memperkuat riset dan pengembangan untuk memanfaatkan potensi sumber daya lokal.
Strategi Adaptasi bagi UMKM
Untuk menghadapi dinamika perdagangan internasional, Wirson menyarankan beberapa strategi bagi UMKM. Pertama, penting bagi UMKM untuk memperkuat komunikasi dan berjejaring dengan sesama pelaku usaha untuk merumuskan strategi bersama. Kedua, dialog yang konsisten antara UMKM dan pemerintah sangat penting untuk memastikan kebijakan pemerintah selaras dengan kebutuhan pelaku usaha.
Ketiga, UMKM perlu meningkatkan efisiensi produksi dan diversifikasi sumber bahan baku agar tidak terlalu bergantung pada satu atau dua negara pemasok. Keempat, investasi dalam riset dan pengembangan sangat penting untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam Indonesia dan menciptakan produk-produk yang inovatif dan kompetitif di pasar global.
Kesimpulannya, penurunan tarif impor AS-China memberikan peluang besar bagi UMKM Indonesia. Namun, kesuksesan dalam memanfaatkan peluang ini tergantung pada kemampuan UMKM untuk beradaptasi, mengembangkan strategi bisnis yang tepat, dan berkolaborasi dengan pemerintah untuk menghadapi tantangan global.