Penyaluran PIP di Kubu Raya Terkendala: Siswa Terancam, Kebijakan BRI Disorot
Penyaluran dana PIP di Kubu Raya terhambat kebijakan BRI yang menolak surat kuasa pencairan dana dari pihak ketiga, mengakibatkan siswa kesulitan dan bahkan kecelakaan fatal.

Setidaknya 20 persen dana Program Indonesia Pintar (PIP) di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, tak tersalurkan setiap tahunnya. Penyebab utamanya? Kebijakan Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang menolak surat kuasa dari guru atau kepala sekolah untuk mencairkan dana bantuan pendidikan tersebut. Kejadian ini menimbulkan dampak serius, bahkan berujung pada kecelakaan yang merenggut nyawa seorang siswa.
Sekretaris Daerah Kubu Raya, Yusran Anizam, mengungkapkan kekecewaannya atas kebijakan BRI. Ia menilai, BRI sebagai pihak yang memenangkan tender penyaluran PIP seharusnya justru mempermudah proses pencairan, bukan malah mempersulit penerima manfaat. "Saya menyayangkan kebijakan BRI yang dinilai menyulitkan akses siswa, khususnya di daerah pesisir dan pelosok. BRI sebagai pihak yang memenangkan tender penyaluran PIP seharusnya mempermudah proses, bukan justru membebani penerima manfaat," ujar Yusran Anizam di Sungai Raya, Sabtu.
Dampak dari kebijakan ini sangat nyata. Banyak siswa, terutama di daerah terpencil, harus menempuh perjalanan jauh dan berisiko untuk mencapai kantor cabang BRI terdekat. Hal ini diperparah dengan penolakan BRI terhadap kuasa dari pihak sekolah, yang seharusnya dapat membantu siswa dalam mengakses dana bantuan tersebut.
Tragedi di Batu Ampar: Kecelakaan Maut Akibat Pencairan PIP
Belum lama ini, sebuah peristiwa tragis terjadi di Kecamatan Batu Ampar. Sejumlah siswa yang hendak mencairkan dana PIP mengalami kecelakaan di perjalanan menuju Rasau Jaya. Kecelakaan tersebut mengakibatkan satu siswa meninggal dunia, satu siswa kritis, dan beberapa lainnya mengalami luka-luka. Peristiwa ini menjadi bukti nyata betapa berbahayanya kebijakan BRI bagi keselamatan siswa.
Yusran Anizam menambahkan, ada juga kasus siswa yang tidak dapat mencairkan dana PIP karena sakit dan tidak dapat diwakilkan. Hal ini semakin memperburuk situasi dan menunjukkan betapa tidak manusiawinya kebijakan BRI tersebut. "Akibatnya, siswa harus datang langsung ke kantor cabang terdekat, yang dalam beberapa kasus menimbulkan risiko keselamatan," tuturnya.
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya telah melakukan rapat koordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk mencari solusi. Dalam rapat tersebut, disepakati bahwa kepala sekolah atau guru akan ditunjuk sebagai penerima kuasa resmi untuk mengambil dana PIP, terutama bagi siswa di wilayah terpencil. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi risiko yang dihadapi siswa.
Solusi yang Diharapkan: Kolaborasi dan Perluasan Akses
Yusran Anizam juga meminta BRI untuk berkolaborasi dengan bank daerah atau lembaga keuangan lain yang memiliki jaringan luas hingga ke tingkat kecamatan. Hal ini dinilai penting untuk mengatasi keterbatasan sumber daya manusia di BRI, seperti yang diakui oleh petugas BRI di lapangan. Ia juga menyoroti ironi di mana siswa SD harus mengeluarkan biaya Rp400 ribu untuk mencairkan bantuan senilai Rp450 ribu.
Pemkab Kubu Raya berharap agar penyaluran dana PIP ke depannya dapat lebih inklusif dan menjangkau seluruh siswa tanpa menambah beban ekonomi dan logistik bagi mereka. "Kalau tidak sanggup menjangkau seluruh wilayah, maka libatkan bank yang mampu. Jangan sampai siswa SD harus keluar biaya Rp400 ribu untuk mencairkan bantuan senilai Rp450 ribu. Ini ironis dan tidak manusiawi," tegas Yusran.
Kejadian ini menyoroti pentingnya aksesibilitas layanan perbankan, khususnya dalam konteks penyaluran bantuan sosial seperti PIP. Kebijakan yang tidak mempertimbangkan kondisi geografis dan sosial ekonomi penerima manfaat dapat berdampak fatal. Harapannya, BRI dan pemerintah daerah dapat segera menemukan solusi agar dana PIP dapat tersalurkan dengan lancar dan aman bagi seluruh siswa di Kubu Raya.
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya berharap ke depan distribusi dana PIP dapat berlangsung lebih inklusif dan menjangkau seluruh siswa tanpa menambah beban mereka, baik secara ekonomi maupun logistik.