Pepabri: Penugasan TNI di Era Orde Baru Menyimpang dari Tujuan Awal
Ketua Umum Pepabri, Jenderal (Purn) TNI Agum Gumelar, mengungkapkan penyimpangan penugasan TNI di sektor sipil pada masa Orde Baru yang awalnya didasari permintaan masyarakat, namun kemudian direkayasa demi kesejahteraan.

Jakarta, 10 Maret 2024 (ANTARA) - Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri), Jenderal (Purn) TNI Agum Gumelar, mengungkapkan adanya penyimpangan dalam penugasan Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) pada jabatan sipil di era Orde Baru. Pernyataan ini disampaikan saat beliau membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang TNI bersama Komisi I DPR RI di Jakarta, Senin lalu. Agum menjelaskan bahwa sistem penugasan TNI ke sektor sipil, yang dulu disebut 'penugaskaryaan', awalnya didasari permintaan dari pihak sipil, namun seiring berjalannya waktu, sistem ini mengalami penyimpangan yang signifikan.
Agum memaparkan bahwa pada masa Orde Baru, permintaan penugasan TNI ke sektor sipil seringkali direkayasa. "Di sinilah terjadi hal-hal yang menyimpang dari permintaan yang tadi menjadi dasar ditugaskannya seorang perwira ABRI di instansi sipil itu direkayasa. Pendekatan yang terjadi pada saat itu zaman Orde Baru menjadi kesejahteraan," ungkap Agum di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Ia mencontohkan bagaimana aspirasi masyarakat di suatu kabupaten yang menginginkan kepala daerah dari unsur ABRI disalurkan ke markas militer, lalu ditindaklanjuti dengan penugasan personel ABRI setelah melalui seleksi ketat. "Maka ditentukanlah seorang personel setelah seleksi yang ketat untuk memenuhi harapan masyarakat di situ, dikasihlah personel tersebut untuk diproses penugaskaryaan. Jadi, dasarnya adalah permintaan tanpa permintaan tidak ada penugaskaryaan," jelasnya. Namun, sistem ini kemudian mengalami penyimpangan, hingga banyak personel TNI menduduki jabatan sipil.
Sistem Penugaskaryaan yang Salah
Agum menegaskan bahwa dwifungsi ABRI di era Orde Baru merupakan sistem penugaskaryaan yang salah kaprah. Ia menyatakan, "Maka sikap yang paling bijak waktu itu ambil kaca, berkaca di depan kaca yang besar, kenapa kok kita (ABRI) dicaci maki rakyat." Pernyataan ini menyoroti dampak negatif dari penugasan TNI di sektor sipil yang menyimpang dari tujuan awalnya.
Lebih lanjut, Agum menjelaskan bahwa Pepabri akan secara intensif mengawasi pembahasan RUU TNI. Namun, ia juga berpendapat bahwa dwifungsi TNI tidak akan kembali diterapkan, mengingat hal tersebut merupakan konteks historis yang terkait dengan keterlibatan ABRI dalam situasi sosial dan politik pasca kemerdekaan.
Ia menekankan bahwa sistem penugasan TNI ke sektor sipil harus kembali pada prinsip awal, yaitu didasari oleh permintaan dari pihak sipil dan bukan karena rekayasa. Hal ini penting untuk menjaga profesionalisme TNI dan menghindari penyimpangan yang merugikan.
Dampak Penugasan TNI di Sektor Sipil
Penugasan TNI di sektor sipil, terutama di era Orde Baru, menimbulkan berbagai dampak, baik positif maupun negatif. Di satu sisi, kehadiran TNI dapat membantu menyelesaikan masalah di daerah, meningkatkan stabilitas keamanan, dan memberikan keahlian khusus. Namun, di sisi lain, sistem yang menyimpang dapat menyebabkan penyalahgunaan wewenang, korupsi, dan ketidakadilan.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penugasan TNI di sektor sipil, agar dapat mencegah terjadinya penyimpangan dan memastikan bahwa penugasan tersebut sesuai dengan aturan hukum dan etika.
RUU TNI yang tengah dibahas diharapkan dapat memberikan kerangka hukum yang jelas dan mengatur secara rinci mekanisme penugasan TNI ke sektor sipil, sehingga dapat menghindari pengulangan kesalahan di masa lalu.
Kesimpulan
Pernyataan Jenderal (Purn) TNI Agum Gumelar memberikan gambaran penting tentang sejarah penugasan TNI di sektor sipil, khususnya di masa Orde Baru. Penyimpangan yang terjadi menjadi pelajaran berharga untuk memperbaiki sistem dan memastikan profesionalisme TNI tetap terjaga. Pembahasan RUU TNI diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang lebih baik dan mencegah terulangnya kesalahan di masa lalu.