Perang Ketupat Bangka: Tradisi Unik Mendapat Perlindungan Hukum
Tradisi Perang Ketupat di Bangka Belitung kini resmi terdaftar sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK), memberikan perlindungan hukum dan potensi peningkatan ekonomi bagi masyarakat setempat.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Perang Ketupat, tradisi unik masyarakat Bangka Barat, Bangka Belitung, kini telah terdaftar sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) oleh Kementerian Hukum dan HAM. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Maret, di Pangkalpinang. Pendaftaran ini dilakukan untuk melindungi tradisi dan budaya lokal yang telah berlangsung sejak abad ke-18, awalnya oleh masyarakat Tempilang. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan hukum dan meningkatkan nilai ekonomi bagi masyarakat.
Tradisi Perang Ketupat, yang biasanya diadakan setiap tahun sebelum bulan Ramadhan, melibatkan pelemparan ketupat sebagai simbol untuk mengusir roh jahat. Hal ini mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal dalam menjaga keselamatan dan meminta perlindungan dari Tuhan, serta memperkuat persatuan dan kerjasama.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kepulauan Bangka Belitung, Harun Sulianto, menyatakan harapannya agar pendaftaran KIK ini dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat. Dengan perlindungan hukum ini, tradisi Perang Ketupat terhindar dari penyalahgunaan.
Perlindungan Hukum untuk Tradisi Perang Ketupat
Pendaftaran Perang Ketupat sebagai KIK memberikan perlindungan hukum yang kuat terhadap tradisi ini. Hal ini mencegah penyalahgunaan dan memastikan kelestariannya untuk generasi mendatang. Sebagai Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), Perang Ketupat merepresentasikan karya kreatif, baik berupa benda maupun non-benda, yang mencerminkan budaya tradisional dan diwariskan turun-temurun.
Sulianto menekankan pentingnya perlindungan terhadap EBT sebagai warisan budaya tak ternilai yang merepresentasikan identitas masyarakat Bangka Belitung. KIK ini diharapkan dapat menjadi daya tarik wisata dan sumber pendapatan baru bagi masyarakat sekitar.
Pemerintah daerah diharapkan turut berperan aktif dalam mempromosikan KIK ini sehingga memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat. Potensi ekonomi dari Perang Ketupat dapat dikembangkan melalui berbagai cara, misalnya dengan menjadikan acara ini sebagai atraksi wisata budaya.
Harapan untuk Peningkatan Ekonomi Lokal
Dengan adanya perlindungan hukum ini, diharapkan tradisi Perang Ketupat dapat terus dilestarikan dan bahkan berkembang. Potensi ekonomi yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pemerintah daerah memiliki peran penting dalam mendukung pengembangan ekonomi berbasis budaya ini. Dukungan tersebut dapat berupa penyediaan infrastruktur, pelatihan, dan promosi wisata budaya. Dengan demikian, tradisi Perang Ketupat tidak hanya menjadi warisan budaya semata, tetapi juga menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam melindungi dan mengembangkan warisan budaya lokal mereka. Melalui perlindungan hukum dan promosi yang tepat, tradisi budaya dapat menjadi aset berharga yang berkontribusi pada pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Lebih lanjut, Harun Sulianto menambahkan, "Dengan registrasi Perang Ketupat sebagai KIK, tradisi ini sekarang dilindungi secara hukum, mencegah penyalahgunaan." Ia juga berharap akan ada kebijakan pemerintah daerah untuk mempromosikan KIK terdaftar ini sehingga memberikan nilai ekonomi tambahan bagi masyarakat lokal.
Perang Ketupat bukan hanya sekadar tradisi lempar ketupat, tetapi juga representasi dari nilai-nilai luhur masyarakat Bangka Barat. Dengan perlindungan hukum ini, warisan budaya tersebut terjaga dan dapat terus diwariskan kepada generasi mendatang.