PKPA Kecam Pembinaan Anak Nakal di Barak Militer: Tak Sentuh Akar Masalah
Yayasan PKPA menolak kebijakan Pemprov Jabar mengirim anak bermasalah ke barak militer, menilai pendekatan tersebut tak menyelesaikan akar masalah pengasuhan dan perlindungan anak.

Jakarta, 6 Mei 2025 - Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) menyatakan penolakan keras terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mengirim anak-anak bermasalah ke barak militer untuk pembinaan. Kebijakan ini, yang dimulai pada 2 Mei 2025, melibatkan pelajar yang terlibat tawuran, merokok, hingga penyalahgunaan narkoba. Mereka dikirim atas izin orang tua dan menjalani pendidikan selama dua pekan hingga enam bulan. PKPA menilai pendekatan ini keliru dan tidak efektif dalam mengatasi masalah perilaku anak.
Direktur Eksekutif Yayasan PKPA, Keumala Dewi, menjelaskan bahwa pendekatan militeristik tidak menyentuh akar permasalahan. Menurut beliau, banyak anak-anak tersebut merupakan korban pengabaian, kekerasan, atau disfungsi keluarga. "Pendekatan militeristik terhadap anak-anak yang berhadapan dengan hukum atau memiliki latar belakang sosial bermasalah, tidak menyentuh akar persoalan yang sebenarnya, yakni kegagalan sistem pengasuhan di tingkat keluarga dan minimnya intervensi berbasis perlindungan anak di tingkat lokal," tegas Keumala Dewi.
Keumala Dewi menekankan pentingnya rehabilitasi yang dimulai dari rumah dan dukungan sistem keluarga. Ia berpendapat bahwa ketika anak berbuat salah, yang perlu dibenahi adalah lingkungan dan sistem pendukungnya, bukan hanya anak itu sendiri. "Ketika seorang anak berbuat salah, yang harus dibenahi adalah lingkungan dan sistem pendukungnya, bukan semata-mata anaknya yang dibawa ke dalam sistem pembinaan keras dan tertutup," tambahnya.
Kritik Terhadap Kebijakan Pemprov Jabar
PKPA menilai kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang mengirim anak-anak bermasalah ke barak militer justru mengabaikan aspek penting dalam penanganan anak berhadapan dengan hukum (ABH). Alih-alih menyelesaikan akar masalah, pendekatan ini dianggap hanya memberikan solusi sementara dan represif. PKPA menyoroti pentingnya intervensi berbasis perlindungan anak yang komprehensif, bukan hanya fokus pada hukuman dan kedisiplinan.
Meskipun Gubernur Dedi Mulyadi mengklaim program ini memberikan dampak positif pada peningkatan kedisiplinan pelajar, PKPA tetap bersikukuh bahwa pendekatan tersebut tidak berkelanjutan. Keumala Dewi menyayangkan kurangnya perhatian terhadap faktor-faktor sosial dan ekonomi yang berkontribusi pada perilaku menyimpang anak. Ia menekankan perlunya solusi yang lebih holistik dan berfokus pada pemulihan, bukan sekadar penindakan.
PKPA juga mengkritik kurangnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program tersebut. Yayasan ini meminta agar pemerintah daerah lebih terbuka dalam menjelaskan mekanisme seleksi, metode pembinaan, serta evaluasi program. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hak-hak anak tetap terlindungi selama proses pembinaan.
Solusi yang Diusulkan PKPA
Sebagai alternatif, PKPA mengusulkan pendekatan yang lebih holistik dan berbasis komunitas. Pendekatan ini melibatkan kerjasama antara keluarga, sekolah, dan lembaga perlindungan anak. PKPA menekankan pentingnya intervensi dini untuk mencegah anak-anak terjerumus ke dalam masalah perilaku. Beberapa solusi yang diusulkan antara lain:
- Peningkatan kualitas pengasuhan anak di tingkat keluarga melalui program edukasi dan konseling.
- Penguatan sistem perlindungan anak di tingkat lokal, termasuk akses terhadap layanan kesehatan mental dan sosial.
- Pengembangan program rehabilitasi yang berfokus pada pemulihan dan reintegrasi sosial anak.
- Kerjasama antar lembaga terkait untuk menciptakan sistem rujukan yang terintegrasi bagi anak bermasalah.
PKPA berharap pemerintah dapat mengevaluasi kembali kebijakan tersebut dan mengadopsi pendekatan yang lebih efektif dan ramah anak dalam menangani masalah perilaku anak. Pendekatan yang berfokus pada pemulihan dan reintegrasi sosial anak akan memberikan hasil yang lebih berkelanjutan dan melindungi hak-hak anak.
Dengan mengabaikan akar permasalahan, kebijakan ini dikhawatirkan hanya akan menciptakan siklus masalah yang berulang. Solusi yang berkelanjutan membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan berfokus pada pemulihan, bukan sekadar penindakan. PKPA berharap pemerintah dapat mendengarkan kritik dan mengkaji ulang kebijakan ini demi kepentingan terbaik anak-anak di Jawa Barat.