KPAI: Pendidikan Barak Militer di Jabar Berpotensi Langgar Hak Anak
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai program pendidikan karakter berbasis militer di Jawa Barat berpotensi melanggar hak-hak anak, karena metode dan seleksi pesertanya dinilai tidak tepat.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan keprihatinannya terhadap Program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa, yang lebih dikenal sebagai pendidikan barak militer. Program yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ini dinilai berpotensi melanggar prinsip-prinsip dasar pemenuhan hak anak. Penilaian ini disampaikan KPAI setelah melakukan kunjungan langsung ke lokasi penyelenggaraan program di Barak Militer Resimen 1 Shira Yudha Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi, Cikole, Kabupaten Bandung Barat.
Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, dalam konferensi pers daring pada Jumat, 16 Mei 2023, mengungkapkan kekhawatirannya. Menurutnya, program tersebut mengandung praktik diskriminatif dan tidak melibatkan anak dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini berpotensi menimbulkan stigma negatif terhadap peserta, seperti cap "anak nakal" atau "anak bermasalah." KPAI menekankan pentingnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak anak dalam program ini.
KPAI menemukan sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan program. Salah satunya adalah proses penentuan peserta yang tidak didasarkan pada asesmen psikolog profesional, melainkan hanya rekomendasi dari guru Bimbingan Konseling (BK). Temuan lain yang mengkhawatirkan adalah fakta bahwa 6,7 persen siswa mengaku tidak mengetahui alasan mereka mengikuti program tersebut. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam penargetan peserta program.
Potensi Pelanggaran Hak Anak
Menurut KPAI, program pendidikan barak militer ini berpotensi melanggar beberapa prinsip dasar pemenuhan hak anak. Prinsip-prinsip tersebut meliputi non-diskriminasi, kepentingan terbaik anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, serta penghargaan terhadap pendapat anak. Ai Maryati Solihah menegaskan bahwa prinsip-prinsip ini harus menjadi landasan utama dalam setiap kebijakan yang menyangkut anak, agar mereka mendapatkan perlakuan yang sama, kebutuhan mereka diprioritaskan, dan pendapat mereka didengar.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menambahkan bahwa temuan mengenai ketidakjelasan alasan siswa mengikuti program tersebut menunjukkan perlunya peninjauan kembali terhadap ketepatan sasaran peserta. Ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap program ini untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perlindungan anak.
KPAI menyoroti perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan program. Proses seleksi peserta harus lebih objektif dan transparan, melibatkan asesmen psikologis profesional untuk memastikan ketepatan sasaran dan menghindari potensi stigmatisasi terhadap anak.
Rekomendasi KPAI
KPAI merekomendasikan agar Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat meninjau kembali pelaksanaan Program Pendidikan Karakter Panca Waluya Jawa Barat Istimewa. Peninjauan ini harus mencakup aspek metodologi, seleksi peserta, dan dampak program terhadap pemenuhan hak-hak anak. KPAI juga meminta agar program ini dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan anak yang telah ditetapkan.
Selain itu, KPAI menekankan pentingnya keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan terkait program ini. Pendapat dan aspirasi anak harus dipertimbangkan untuk memastikan program tersebut benar-benar bermanfaat dan tidak merugikan mereka. Transparansi dan akuntabilitas juga menjadi kunci untuk memastikan program ini berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
KPAI berharap agar pemerintah daerah Jawa Barat dapat merespon temuan dan rekomendasi ini dengan serius. Perlindungan hak anak merupakan tanggung jawab bersama, dan perlu adanya komitmen kuat dari semua pihak untuk memastikan bahwa setiap anak di Jawa Barat dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dalam lingkungan yang aman dan kondusif.
Kesimpulannya, KPAI mendesak agar program pendidikan barak militer dikaji ulang secara menyeluruh untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip perlindungan anak dan menghindari potensi pelanggaran hak-hak anak. Prioritas utama harus selalu diberikan pada kepentingan terbaik anak, dengan memperhatikan hak-hak mereka untuk hidup, berkembang, dan mendapatkan perlakuan yang adil dan setara.