Program Iklim FCPF-CF Kaltim: Menanti Pembayaran Akhir dari Bank Dunia
Program pendanaan iklim FCPF-CF di Kalimantan Timur memasuki tahap akhir, menunggu pembayaran sisa dana dari Bank Dunia setelah memenuhi seluruh persyaratan pelaporan dan verifikasi.

Program pendanaan iklim Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF) di Kalimantan Timur (Kaltim) telah memasuki fase akhir. Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) kini tengah menunggu pembayaran sisa dana dari Bank Dunia. Program ini bertujuan mengurangi emisi gas rumah kaca lewat pengelolaan hutan berkelanjutan, fokus pada pembiayaan berbasis kinerja untuk kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+).
Direktur Mitigasi Perubahan Iklim KLH/BPLH, Irawan Asaad Dari, menjelaskan bahwa Kaltim telah menerima pembayaran awal sebesar 20,9 juta dolar AS (sekitar Rp339 miliar) pada tahun 2022. Pembayaran ini setara dengan pengurangan emisi 4,18 juta ton karbondioksida ekuivalen (CO2e).
Namun, target pengurangan emisi program FCPF-CF di Kaltim mencapai 22 juta ton CO2e, dengan total insentif sebesar 110 juta dolar AS. Artinya, Indonesia masih berpeluang mendapatkan sisa dana insentif sebesar 89,1 juta dolar AS. Irawan menekankan pentingnya penyelesaian seluruh dokumen pelaporan sesuai kontrak Emission Reductions Payment Agreement (ERPA), sebagai syarat untuk menerima pembayaran sisa dana tersebut.
Pemenuhan persyaratan dokumen, terutama terkait safeguards, menjadi kunci untuk mendapatkan sisa dana. Gubernur Kaltim telah menggelar workshop pada 23-24 Januari 2025 di Samarinda untuk membahas hasil tinjauan dokumen dan pelaporan safeguards yang dilakukan Bank Dunia, guna mendapatkan masukan perbaikan.
Sementara itu, pembiayaan kegiatan terkait FCPF-CF di Kaltim saat ini menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) karena dana pembayaran awal sudah tidak mencukupi. Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Provinsi Kaltim, Ujang Rachmad, berharap dana insentif RBP REDD+ segera cair untuk menutupi penggunaan APBD tersebut, yang digunakan untuk periode Juni 2019-Desember 2020.
Franca Braun, Lead Environment Specialist Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, menyampaikan apresiasi atas upaya Kaltim dan KLH dalam memenuhi persyaratan dokumen dan pelaporan. Ia optimistis progres positif yang dicapai akan berujung pada kesepakatan dan kelanjutan program ini.
Kesimpulannya, program FCPF-CF di Kaltim telah menunjukkan hasil signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Keberhasilan mendapatkan sisa dana dari Bank Dunia bergantung pada penyelesaian seluruh persyaratan administrasi dan pelaporan yang telah ditetapkan.