Ricuh Aksi "Indonesia Gelap" Makassar: 8 Peserta Diamankan Polisi
Kericuhan terjadi dalam aksi demonstrasi "Indonesia Gelap" di Makassar, mengakibatkan delapan peserta diamankan polisi setelah bentrok dengan warga.

Aksi demonstrasi "Indonesia Gelap" di Makassar, Sulawesi Selatan, berujung ricuh pada Jumat malam, 21 Februari 2024. Kericuhan melibatkan mahasiswa dan warga sekitar kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) di Jalan AP Pettarani. Delapan orang peserta aksi diamankan oleh pihak kepolisian Polrestabes Makassar menyusul bentrokan tersebut. Kejadian ini diawali dengan aksi demonstrasi yang awalnya terkendali, namun kemudian berubah menjadi ricuh karena pendemo memblokade jalan dan menyebabkan kemacetan parah.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, menyatakan bahwa situasi telah kembali kondusif setelah polisi membubarkan paksa aksi tersebut. "Ada delapan orang diamankan. Saat ini sudah aman dan kondusif," ujar Kombes Pol Arya Perdana di lokasi kejadian. Kemacetan yang disebabkan oleh pemblokiran jalan oleh para demonstran memicu reaksi dari warga sekitar yang merasa terganggu. Emosi warga yang tertahan akhirnya meletus, mengakibatkan mereka berusaha membubarkan aksi demonstrasi secara paksa.
Bentrokan antara mahasiswa dan warga pun tak terhindarkan. Warga merangsek masuk ke kampus, merusak sejumlah fasilitas kampus. Para demonstran membalas dengan lemparan batu, yang kemudian dibalas kembali oleh warga. Situasi semakin memanas ketika salah satu pagar kampus jebol, membuat massa semakin beringas dan saling melempar batu. Bahkan, di Jalan Pendidikan, para demonstran melempari aparat kepolisian dan massa dengan batu dan bom molotov, meskipun tidak ada yang menjadi korban.
Kronologi Kericuhan Aksi "Indonesia Gelap"
Aksi demonstrasi "Indonesia Gelap", yang menyoroti berbagai permasalahan sosial, ekonomi, pendidikan, dan energi di Indonesia, awalnya dikawal oleh 1.200 personel gabungan dari Polsek, Polres, dan Polda Sulsel. Namun, pada pukul 18.00 Wita, demonstrasi yang berlangsung di depan Kampus UNM berubah menjadi ricuh. Para demonstran yang masih memblokade jalan AP Pettarani di depan kampus UNM menyebabkan kemacetan parah hingga ke Jalan Andi Sultan Alauddin. Hal ini memicu kemarahan warga yang kemudian berusaha membubarkan aksi demonstrasi tersebut.
Plt Kasat Sabhara Polrestabes Makassar, Kompol Joko Pamungkas, berusaha menenangkan massa dengan pengeras suara dari mobil taktis polisi. "Tolong warga mundur, mundur, biar kami yang hadapi. Silahkan mundur ke belakang trotoar," pintanya. Namun, situasi semakin tidak terkendali. Sekitar pukul 20.00 Wita, bantuan personel dari Satuan Brimob dan Sabhara Polda Sulsel datang untuk membantu membubarkan aksi demonstrasi secara paksa. Polisi menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa yang melakukan perlawanan dengan melempari petugas.
Pada pukul 21.00 Wita, aparat kepolisian berhasil membubarkan aksi demonstrasi. Setelahnya, polisi melakukan penyisiran di Jalan Pendidikan dan mengamankan sejumlah demonstran yang diduga sebagai pelaku pelemparan. Menurut Kapolrestabes Makassar, pemicu kericuhan adalah ketidaksetujuan warga terhadap aksi demonstrasi yang berlangsung hingga malam hari dan menyebabkan kemacetan serta pembakaran ban bekas. "(Pemicunya) warga tidak terima aksi mereka sampai malam, bikin macet jalan bakar-bakar (ban bekas). Jadi masyarakat disini tidak terima," jelasnya.
Dampak dan Penanganan Aksi Demonstrasi
Aksi "Indonesia Gelap" yang berlangsung di beberapa titik di Kota Makassar, termasuk di depan Kantor DPRD Sulsel, Kampus UIN Alauddin, dan Kampus Unismuh, juga menimbulkan kemacetan parah di sejumlah ruas jalan protokol. Para demonstran membakar ban bekas dan menghentikan mobil tronton untuk dijadikan panggung orasi. Meskipun polisi telah mengawal aksi dengan pendekatan persuasif dan mengimbau agar demonstrasi berlangsung tertib, kericuhan tetap terjadi.
Polisi mengamankan delapan orang peserta aksi yang terlibat dalam kericuhan. Kondisi di lokasi demonstrasi kini telah kondusif. Kejadian ini menjadi pengingat pentingnya menjaga ketertiban dan keamanan dalam menyampaikan aspirasi, serta perlunya komunikasi yang efektif antara demonstran, aparat keamanan, dan masyarakat sekitar.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya manajemen demonstrasi yang baik, agar aksi penyampaian aspirasi tidak berujung pada kericuhan dan kerugian bagi semua pihak. Pihak berwenang perlu melakukan evaluasi menyeluruh untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.