Rupiah Berpotensi Menguat di Tengah Anjloknya Dolar AS Akibat Perang Dagang
Analis memprediksi penguatan rupiah terhadap dolar AS yang melemah akibat perang dagang AS-China dan potensi pemangkasan suku bunga The Fed, meskipun sentimen risk off di pasar ekuitas membatasi penguatan tersebut.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, Bagaimana: Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, memprediksi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta pada Jumat, 11 April 2025. Hal ini disebabkan oleh anjloknya nilai dolar AS ke level terendah sejak Juli 2023 akibat meningkatnya kekhawatiran resesi di AS yang dipicu oleh perang dagang dan potensi pemangkasan suku bunga The Fed. Peningkatan tarif impor AS terhadap China hingga 145 persen, yang dipicu oleh Presiden AS Donald Trump, memicu kekhawatiran tersebut. Data inflasi AS yang menurun juga turut menekan dolar AS.
Perang dagang AS-China telah memicu peningkatan tarif impor secara signifikan. Awalnya, Trump menaikkan tarif menjadi 104 persen, dibalas China dengan 84 persen. Kemudian, AS menaikkan tarif menjadi 125 persen, dan akhirnya mencapai 145 persen pada 11 April 2025. Kenaikan ini meningkatkan prediksi resesi di AS, dengan Goldman Sachs memperkirakan peluangnya mencapai 65 persen dan JP Morgan 60 persen.
Penurunan inflasi AS juga menjadi faktor yang menekan dolar AS. Inflasi bulanan turun dari 0,2 persen menjadi -0,1 persen (mtm), dan inflasi tahunan turun dari 2,8 persen menjadi 2,4 persen (yoy). Hal ini memicu prediksi pasar bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 75-100 basis points (bps), berdasarkan polling CME FedWatch.
Potensi Penguatan Rupiah Terbatas
Meskipun berpotensi menguat, Lukman Leong mengingatkan bahwa penguatan rupiah diperkirakan akan terbatas. Hal ini disebabkan oleh sentimen risk off yang tengah melanda pasar ekuitas. Sentimen ini membuat investor cenderung menghindari aset berisiko, termasuk pasar saham emerging market seperti Indonesia. Oleh karena itu, potensi penguatan rupiah tetap perlu diwaspadai.
Prediksi tersebut didasarkan pada berbagai faktor makro ekonomi, baik domestik maupun global. Kondisi geopolitik internasional yang masih bergejolak juga perlu dipertimbangkan dalam melihat pergerakan nilai tukar rupiah. Ketidakpastian ekonomi global dapat mempengaruhi arus modal asing yang masuk ke Indonesia, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah.
Meskipun demikian, penguatan rupiah pada pembukaan perdagangan Jumat pagi menunjukkan sinyal positif. Nilai tukar rupiah menguat 18 poin (0,11 persen) menjadi Rp16.805 per dolar AS dari Rp16.823 per dolar AS.
Secara keseluruhan, situasi ini menunjukkan kompleksitas pergerakan nilai tukar rupiah. Meskipun ada potensi penguatan, berbagai faktor eksternal dan internal perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif.
Perkiraan Kurs Rupiah
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Lukman Leong memperkirakan kurs rupiah akan berada di kisaran Rp16.700 hingga Rp16.900 per dolar AS. Rentang ini menunjukkan fluktuasi yang masih mungkin terjadi, tergantung pada perkembangan ekonomi global dan domestik. Investor dan pelaku pasar perlu terus memantau perkembangan situasi untuk mengantisipasi perubahan nilai tukar rupiah.
Perlu diingat bahwa prediksi ini hanya merupakan perkiraan dan bukan jaminan. Pergerakan nilai tukar mata uang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dinamis dan sulit diprediksi secara pasti. Oleh karena itu, penting untuk tetap berhati-hati dan melakukan analisis yang komprehensif sebelum mengambil keputusan investasi.
Secara keseluruhan, potensi penguatan rupiah merupakan kabar baik bagi perekonomian Indonesia. Namun, investor perlu tetap waspada terhadap berbagai risiko yang masih mungkin terjadi. Pemantauan yang cermat terhadap perkembangan ekonomi global dan domestik sangat penting untuk mengantisipasi perubahan nilai tukar rupiah di masa mendatang. "Rupiah berpotensi menguat, namun penguatannya diperkirakan terbatas," ujar Lukman Leong.