Rupiah Melemah: Ekspektasi Penurunan Suku Bunga The Fed Menurun
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disebabkan oleh berkurangnya ekspektasi penurunan suku bunga acuan oleh Federal Reserve (The Fed), di tengah kekhawatiran atas kebijakan tarif AS.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada Jumat pagi, 9 Mei 2025. Pelemahan ini mencapai 47 poin atau 0,28 persen, menempatkan kurs rupiah di angka Rp16.549 per dolar AS, turun dari Rp16.502 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya. Menurut Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto, pelemahan ini terutama dipengaruhi oleh berkurangnya ekspektasi pasar akan pemotongan suku bunga acuan oleh Federal Reserve (The Fed).
Penurunan ekspektasi ini terjadi karena The Fed mempertahankan suku bunga acuan dalam kisaran 4,25-4,5 persen. Keputusan ini diambil di tengah kekhawatiran atas dampak kebijakan tarif yang diberlakukan terhadap mitra dagang utama AS. The Fed telah mempertahankan suku bunga ini sejak pertemuan Januari dan Maret 2025.
Gubernur The Fed, Jerome Powell, menjelaskan bahwa kebijakan wait and see diadopsi untuk menilai dampak kebijakan tarif AS yang dinilai sangat tidak pasti. Powell memperingatkan bahwa jika kenaikan tarif yang telah diumumkan berlanjut, hal itu berpotensi meningkatkan inflasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan angka pengangguran.
Analisis Pelemahan Rupiah dan Prospek Ke Depan
Rully Arya Wisnubroto menjelaskan bahwa meskipun rupiah melemah, pergerakannya terbilang stabil sepanjang bulan Mei 2025. Hal ini dipengaruhi oleh meredanya kekhawatiran atas eskalasi perang dagang global. Ia menambahkan, "Memang berkurang ekspektasi penurunan suku bunga secara agresif." Sentimen global yang sedikit membaik memberikan pengaruh positif terhadap stabilitas nilai tukar rupiah.
Namun, Rully mengingatkan bahwa penguatan sebagian besar mata uang global terhadap dolar AS sejak April 2025 mungkin bersifat sementara. Tantangan ekonomi global yang masih tinggi perlu diwaspadai. Menurutnya, "Sebagian besar mata uang global sudah menguat sejak bulan April terhadap dolar, tapi kemungkinan hal ini bisa bersifat sementara karena tantangan ke depan masih sangat tinggi."
CME FedWatch tool memperkirakan peluang 80 persen The Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan berikutnya pada 18 Juni 2025. Hal ini semakin memperkuat pandangan bahwa penurunan suku bunga tidak akan terjadi dalam waktu dekat, sehingga tekanan terhadap rupiah masih mungkin terjadi.
Dampak Kebijakan Tarif AS dan Pertimbangan The Fed
Laporan Xinhua menyebutkan bahwa keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga dipengaruhi oleh kekhawatiran atas tarif yang diberlakukan terhadap mitra dagang utama AS. Kebijakan ini menimbulkan ketidakpastian yang signifikan bagi perekonomian global, termasuk Indonesia.
Powell menekankan bahwa dampak kebijakan tarif AS masih belum pasti. Namun, ia memperingatkan potensi peningkatan inflasi, perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan pengangguran jika kenaikan tarif berlanjut. Situasi ini membuat The Fed cenderung menahan diri untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.
Ketidakpastian ekonomi global ini berdampak pada pasar keuangan internasional, termasuk nilai tukar mata uang. Rupiah, sebagai mata uang negara berkembang, rentan terhadap fluktuasi nilai tukar dolar AS yang dipengaruhi oleh kebijakan moneter The Fed.
Kesimpulan
Pelemahan rupiah terhadap dolar AS pada Jumat pagi, 9 Mei 2025, didorong oleh berkurangnya ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed. Meskipun sentimen global terkait perang dagang sedikit mereda, tantangan ekonomi global yang masih tinggi dan ketidakpastian akibat kebijakan tarif AS tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai. Pergerakan nilai tukar rupiah ke depan masih bergantung pada perkembangan ekonomi global dan kebijakan moneter The Fed.