Rupiah Menguat Tipis: Prospek Pemangkasan Suku Bunga The Fed Jadi Penopang
Nilai tukar rupiah menguat didorong prospek pemangkasan suku bunga The Fed, meskipun ketidakpastian perang dagang AS-UE membatasi penguatan.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami penguatan tipis pada perdagangan Kamis, 13 Maret 2025. Penguatan ini didorong oleh meningkatnya prospek pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) di Amerika Serikat. Hal ini dipicu oleh data Indeks Harga Konsumen (IHK) AS bulan Februari 2025 yang menunjukkan inflasi melambat, yakni sebesar 2,8 persen (month-to-month) dan 3 persen (year-on-year).
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan telah meningkatkan ekspektasi pasar akan pemotongan suku bunga The Fed. Kondisi ini pada akhirnya mendorong pelemahan dolar AS secara global dan berdampak positif pada penguatan rupiah. "Rupiah menguat tipis terhadap dolar AS oleh meningkatnya prospek pemangkasan suku bunga oleh The Fed setelah data yang menunjukkan inflasi yang mendingin di AS," ungkap Lukman kepada ANTARA di Jakarta.
Namun, penguatan rupiah tetap terbatas. Ketidakpastian seputar perang dagang dan kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump menjadi faktor penghambat. Ancaman tarif baru dan kebijakan balasan antara AS dan Uni Eropa (UE) menciptakan sentimen negatif yang membatasi potensi penguatan rupiah lebih signifikan.
Perang Dagang AS-UE Hambat Penguatan Rupiah
Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, menambahkan bahwa ketegangan perdagangan antara AS dan UE semakin meningkat. Presiden Trump telah mengenakan tarif 25 persen untuk baja dan aluminium impor dari UE, yang dibalas oleh UE dengan kebijakan tarif serupa untuk sejumlah barang AS. "Presiden Trump (kembali) ancam akan membalas tindakan Uni Eropa tersebut," ujar Rully. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan eskalasi perang dagang yang dapat mengganggu stabilitas pasar keuangan global, termasuk nilai tukar rupiah.
Ketidakpastian kebijakan tarif ini menciptakan volatilitas di pasar valuta asing. Investor cenderung lebih berhati-hati dalam berinvestasi di negara-negara yang terdampak langsung oleh perang dagang, sehingga dapat menekan nilai tukar mata uang negara tersebut. Dalam hal ini, rupiah terpengaruh oleh ketidakpastian tersebut meskipun ada sentimen positif dari prospek pemangkasan suku bunga The Fed.
Meskipun demikian, dampak negatif dari perang dagang AS-UE terhadap rupiah masih relatif terbatas. Penguatan rupiah yang terjadi menunjukkan bahwa pasar masih optimis terhadap prospek ekonomi Indonesia dan dampak positif dari penurunan suku bunga The Fed mampu mengatasi sebagian besar dampak negatif dari perang dagang.
Penguatan Rupiah Terbatas: Penutupan Perdagangan
Pada penutupan perdagangan hari Kamis, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat sebesar 24 poin atau 0,15 persen, ditutup pada level Rp16.428 per dolar AS. Sebelumnya, rupiah berada di level Rp16.452 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga menunjukkan penguatan yang serupa, yakni Rp16.428 per dolar AS dibandingkan dengan Rp16.453 per dolar AS pada perdagangan sebelumnya.
Penguatan rupiah yang terbatas ini menunjukkan adanya tarik-menarik antara sentimen positif dari prospek pemangkasan suku bunga The Fed dan sentimen negatif dari perang dagang AS-UE. Ke depannya, perkembangan perang dagang dan kebijakan moneter The Fed akan tetap menjadi faktor penentu utama pergerakan nilai tukar rupiah.
Secara keseluruhan, meskipun penguatan rupiah terbatas, pergerakan ini menunjukkan respon positif pasar terhadap indikasi penurunan suku bunga The Fed. Namun, ketidakpastian geopolitik, khususnya perang dagang, masih menjadi tantangan yang perlu diwaspadai bagi stabilitas nilai tukar rupiah ke depan.
Perlu dipantau perkembangan selanjutnya terkait kebijakan tarif AS-UE dan keputusan The Fed terkait suku bunga untuk memprediksi pergerakan nilai tukar rupiah di masa mendatang.