Rupiah Menguat! Surplus Neraca Perdagangan RI Beri Sentimen Positif
Neraca perdagangan Indonesia surplus US$3,12 miliar di Februari 2025, memberikan sentimen positif terhadap penguatan nilai tukar rupiah.

Jakarta, 18 Maret 2025 - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) berpotensi menguat setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan surplus neraca perdagangan Indonesia pada bulan Februari 2025. Surplus tersebut memberikan sentimen positif bagi pasar uang, seiring dengan sejumlah faktor global lainnya.
Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 mencapai US$3,12 miliar, meskipun mengalami penurunan sebesar US$0,38 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan ini terutama didorong oleh surplus pada komoditas nonmigas yang mencapai US$4,84 miliar. Komoditas utama penyumbang surplus ini meliputi lemak dan minyak nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja. Kondisi ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia dan kepercayaan investor terhadap mata uang rupiah.
Ariston Tjendra, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, menyatakan bahwa surplus neraca perdagangan dan stimulus ekonomi dari pemerintah China turut berkontribusi pada penguatan rupiah. Ia juga mencatat bahwa data penjualan ritel AS yang lebih rendah dari perkiraan pasar, yaitu 0,2 persen dibandingkan perkiraan 0,6 persen, turut memberikan sentimen positif. Penurunan penjualan ritel AS ini mengindikasikan potensi penurunan tekanan inflasi di negara tersebut.
Surplus Neraca Perdagangan dan Penguatan Rupiah
Surplus neraca perdagangan Indonesia yang signifikan pada bulan Februari 2025 memberikan sinyal positif bagi perekonomian nasional. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja ekspor Indonesia masih cukup kuat, mampu menutupi impor dan menghasilkan surplus devisa. Kondisi ini tentunya menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing untuk menanamkan modal di Indonesia, yang pada akhirnya dapat memperkuat nilai tukar rupiah.
Lebih lanjut, Ariston menjelaskan bahwa tekanan terhadap indeks dolar AS juga berkontribusi pada penguatan rupiah. Indeks dolar AS yang bergerak di kisaran 103,40-an menunjukkan bahwa pasar masih melihat ekonomi AS berada dalam tekanan. Kondisi ini membuat investor cenderung mengurangi kepemilikan aset berisiko, termasuk dolar AS, dan mencari aset yang lebih aman, seperti rupiah.
Meskipun demikian, Ariston mengingatkan bahwa masih ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Kebijakan kenaikan tarif yang terus dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap negara-negara mitra dagang masih menjadi ancaman potensial yang dapat memicu perang dagang dan memperlambat pertumbuhan ekonomi global. Hal ini dapat membuat investor kembali melepas aset berisiko, termasuk rupiah.
Potensi Penguatan dan Pelemahan Rupiah
Perang baru yang dimulai oleh AS terhadap kelompok perlawanan Houthi di Yaman juga berpotensi mempengaruhi nilai tukar dolar AS dan secara tidak langsung mempengaruhi rupiah. Konflik tersebut dapat meningkatkan permintaan terhadap dolar AS sebagai aset safe haven, sehingga berpotensi melemahkan rupiah.
Menimbang berbagai faktor tersebut, Ariston memprediksi potensi penguatan rupiah hingga Rp16.300 per USD. Namun, ia juga mengingatkan adanya potensi pelemahan hingga Rp16.450 per USD. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah masih cukup dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal.
Secara keseluruhan, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2025 memberikan sentimen positif terhadap nilai tukar rupiah. Namun, pelaku pasar tetap perlu mewaspadai berbagai faktor global yang berpotensi mempengaruhi pergerakan nilai tukar tersebut. Pemantauan terhadap perkembangan ekonomi global dan kebijakan pemerintah sangat penting untuk mengantisipasi potensi fluktuasi nilai tukar rupiah di masa mendatang.
Data penjualan ritel AS yang lebih rendah dari ekspektasi juga memberikan dampak positif terhadap rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi AS masih dalam tekanan dan mengurangi kekhawatiran akan inflasi yang tinggi. Kondisi ini membuat investor cenderung lebih optimis terhadap prospek ekonomi Indonesia dan berinvestasi di rupiah.