Rating Fitch Turun, Kurs Rupiah Melemah: Potensi Risiko APBN Jadi Sorotan
Pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS mencapai 44 poin, didorong oleh rilis rating Fitch yang menyoroti potensi ketidakpastian APBN dan tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mencapai 44 poin, atau 0,27 persen, pada Rabu, 12 Maret 2025, menutup perdagangan di angka Rp16.452 per dolar AS. Hal ini didorong oleh rilis rating Indonesia dari Fitch yang menggarisbawahi potensi ketidakpastian Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), terutama dalam jangka menengah. Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyatakan bahwa rilis Fitch menjadi salah satu faktor utama pelemahan rupiah. Pelemahan ini juga dipengaruhi oleh sentimen negatif dari perang dagang AS yang terus berlanjut.
Fitch mempertahankan rating Indonesia di level ‘BBB’ dengan outlook stable. Namun, lembaga pemeringkat tersebut memproyeksikan defisit fiskal sedikit melebar menjadi 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2024, dan memperingatkan tantangan pertumbuhan ekonomi pada 2026 akibat dinamika eksternal seperti penurunan permintaan impor dari China dan kebijakan tarif tinggi AS. Potensi risiko kewajiban kontijensi dari pembentukan Dana Kekayaan Negara (SWF) Danantara juga menjadi perhatian Fitch.
Sentimen negatif pasar juga diperkuat oleh kebijakan tarif AS terhadap baja dan alumunium, yang telah memicu respons balasan dari negara lain, seperti Kanada. Kondisi ini secara keseluruhan menciptakan ketidakpastian ekonomi global yang turut menekan nilai tukar rupiah.
Analisis Fitch terhadap APBN Indonesia
Fitch dalam rilisnya menekankan potensi ketidakpastian APBN Indonesia, khususnya dalam jangka menengah. Lembaga pemeringkat ini memproyeksikan defisit fiskal akan sedikit melebar di tahun-tahun mendatang. Perhatian khusus diberikan pada potensi risiko kewajiban kontijensi yang mungkin timbul dari pembentukan SWF Danantara, meskipun tujuan pembentukannya untuk pembangunan berkelanjutan dan peningkatan investasi strategis.
Meskipun Fitch mempertahankan rating Indonesia, sorotan terhadap potensi ketidakpastian APBN dan tantangan pertumbuhan ekonomi di masa depan telah menimbulkan kekhawatiran di pasar dan berdampak pada nilai tukar rupiah. Hal ini menunjukkan pentingnya pengelolaan fiskal yang prudent dan antisipatif untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Proyeksi Fitch terhadap pelebaran defisit fiskal dan tantangan pertumbuhan ekonomi pada 2026 menjadi sinyal peringatan bagi pemerintah untuk melakukan langkah-langkah strategis dalam menjaga stabilitas ekonomi makro. Pengelolaan APBN yang hati-hati dan terukur sangat krusial untuk mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepercayaan investor.
Dampak Perang Dagang AS dan Pergerakan Rupiah
Perang dagang AS, khususnya kebijakan tarif tinggi terhadap baja dan aluminium, telah menciptakan ketidakpastian global yang berdampak pada nilai tukar rupiah. Respons balasan dari negara-negara lain, seperti Kanada yang menerapkan pajak ekspor listrik ke AS, semakin memperburuk situasi. Ketidakpastian ini membuat investor cenderung menghindari aset berisiko, termasuk rupiah.
Pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh sentimen negatif yang ditimbulkan oleh perang dagang. Ketidakpastian terkait kebijakan perdagangan AS membuat investor cenderung lebih berhati-hati dan mengurangi investasi di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Kondisi ini menyebabkan permintaan terhadap dolar AS meningkat, sehingga menekan nilai tukar rupiah.
Pergerakan rupiah ke depannya akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk data inflasi AS. Potensi perlambatan inflasi AS dapat meningkatkan sentimen pemotongan suku bunga The Fed, yang pada akhirnya dapat mendorong pelemahan dolar AS dan menguatkan rupiah. Namun, ketidakpastian global tetap menjadi faktor risiko yang perlu diwaspadai.
Pada perdagangan Kamis (13/3), rupiah diperkirakan bergerak di kisaran Rp16.375-Rp16.475 per dolar AS. Pergerakan ini akan sangat dipengaruhi oleh rilis data inflasi AS dan perkembangan terkini terkait perang dagang.
Kesimpulannya, pelemahan kurs rupiah merupakan dampak kompleks dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Penting bagi pemerintah untuk terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi makro dan mengelola APBN secara prudent untuk mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan kepercayaan investor.