Selebgram Ratu Entok Divonis 34 Bulan Penjara Kasus Penistaan Agama
Selebgram Ratu Entok divonis 34 bulan penjara dan denda Rp100 juta karena terbukti menistakan agama dalam siaran langsung TikTok.

Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis 34 bulan penjara terhadap Irfan Satria Putra Lubis, alias Ratu Thalisa atau Ratu Entok (40), seorang selebgram yang terbukti bersalah melakukan penistaan agama. Vonis dibacakan pada Senin, 10 Maret 2025, di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara. Perbuatan Ratu Entok, warga Jalan Marelan I, Medan, melanggar Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU ITE, berupa penghinaan terhadap agama Kristen melalui siaran langsung di TikTok pada 2 Oktober 2024.
Hakim Ketua Achmad Ukayat menyatakan Ratu Entok terbukti menistakan agama dengan perkataan dan tindakannya yang dinilai telah meresahkan masyarakat dan berpotensi merusak kerukunan antar umat beragama. Putusan hakim ini mempertimbangkan hal yang memberatkan, yaitu perbuatan Ratu Entok yang telah menimbulkan keresahan dan merusak kerukunan beragama. Namun, hakim juga mempertimbangkan hal yang meringankan, yaitu permintaan maaf Ratu Entok di media sosial, pengakuan kesalahannya, dan penyesalannya atas perbuatannya.
Selain hukuman penjara, Ratu Entok juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp100 juta. Jika denda tidak dibayar, maka akan diganti dengan hukuman kurungan tiga bulan. Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari kepada terdakwa dan JPU untuk mengajukan banding atau menerima vonis tersebut. JPU Kejati Sumut, Erning Kosasih, menyatakan akan mengajukan banding atas putusan tersebut, mengingat tuntutan awal JPU adalah 4,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Kronologi Kasus Penistaan Agama
Kasus bermula dari siaran langsung Ratu Entok di akun TikTok pribadinya pada 2 Oktober 2024. Dalam siaran tersebut, ia memperlihatkan foto Yesus dan melontarkan kata-kata yang dianggap menghina agama Kristen. Berikut kutipan perkataan Ratu Entok yang menjadi dasar dakwaan: "hemmmmm…..biksu kali ah! Horgggg…..eh!!!! kau cukur, hei kau cukur rambut kau ya, jangan sampai kau menyerupai perempuan, kau cukur, dicukur biar jadi kayak bapak dia, dicukur, kalau laki-laki harus dicukur botak, dicukur, cepak, biar kayak ini kau, apa renaldo de capro, ya dicukur, cukur oii cukur, oi cukur".
Pernyataan tersebut dinilai telah menimbulkan kegaduhan dan menyebarkan rasa kebencian terhadap agama Kristen. Akibatnya, sejumlah masyarakat Kristen melaporkan Ratu Entok ke Polda Sumut pada 4 Oktober 2024. Laporan tersebut kemudian diproses sesuai hukum yang berlaku, yang berujung pada persidangan dan vonis yang dijatuhkan.
JPU Erning Kosasih dalam surat dakwaannya menekankan bahwa postingan Ratu Entok berpotensi memecah persatuan dan kesatuan serta kerukunan umat beragama di Indonesia. Perbuatan Ratu Entok dianggap telah menodai agama dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Reaksi Atas Putusan Pengadilan
Putusan 34 bulan penjara terhadap Ratu Entok menuai beragam reaksi. Keputusan JPU untuk mengajukan banding menunjukkan ketidakpuasan atas vonis yang lebih ringan daripada tuntutan awal. Di sisi lain, putusan ini juga menjadi peringatan bagi masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial dan menghindari tindakan yang dapat memicu perselisihan antarumat beragama.
Kasus ini menyoroti pentingnya menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. Kebebasan berekspresi harus diimbangi dengan tanggung jawab dan penghormatan terhadap keyakinan orang lain. Peristiwa ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam bermedia sosial dan menghindari tindakan yang dapat melanggar hukum dan merugikan orang lain.
Meskipun Ratu Entok telah meminta maaf, dampak dari pernyataannya sudah terlanjur menimbulkan keresahan di masyarakat. Oleh karena itu, putusan pengadilan menjadi penegasan atas pentingnya menghormati perbedaan keyakinan dan menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia.