Sinergi ASEAN-Jepang Perkuat Regulasi Alat Kesehatan, Buka Akses Teknologi Medis Inovatif
Wakil Menteri Kesehatan RI tekankan pentingnya kolaborasi ASEAN-Jepang dalam memperkuat regulasi alat kesehatan untuk akses teknologi medis yang inovatif dan aman.

Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono, baru-baru ini menekankan pentingnya kerja sama antara negara-negara ASEAN dan Jepang dalam memperkuat sistem regulasi alat kesehatan. Hal ini bertujuan untuk mempercepat akses masyarakat terhadap teknologi medis inovatif dan aman. Inisiatif ini diwujudkan melalui acara ASEAN - Japan Medical Devices Regulatory Training 2025 yang diselenggarakan di Jakarta.
Dalam acara tersebut, Dante Saksono Harbuwono menyampaikan, "Universitas Indonesia dan Pharmaceuticals and Medical Devices Agency (PMDA) ini untuk mempromosikan harmonisasi regulasi perobatan, sehingga ada lebih banyak harmonisasi regulasi untuk keuntungan ASEAN dan Jepang." Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi kolaborasi regional dalam menghadapi tantangan regulasi di era teknologi medis yang berkembang pesat.
Perkembangan pesat teknologi seperti Software as Medical Devices (SaMD), kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), dan alat diagnostik mandiri di rumah, menuntut respons harmonis dari negara-negara ASEAN dalam hal regulasi. Kecepatan inovasi teknologi ini memerlukan kerangka regulasi yang adaptif dan terintegrasi agar keamanan dan efektivitas alat kesehatan tetap terjaga.
Penguatan Regulasi Alat Kesehatan melalui Proyek ASEAN-Jepang
Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, Kementerian Kesehatan RI, bersama PMDA Jepang dan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, meluncurkan proyek dua tahun, yaitu ASEAN - Japan Medical Devices Regulatory Training 2025. Proyek ini merupakan langkah strategis untuk membangun kapasitas regulator alat kesehatan di kawasan ASEAN.
Kegiatan tahun pertama, yang berlangsung pada 14-16 Mei 2025 di Jakarta, meliputi simposium yang dihadiri sekitar 400 peserta dan 200 peserta daring, serta seminar dua hari untuk 40 regulator alat kesehatan dari negara-negara ASEAN. Simposium membahas isu-isu penting, termasuk pembaruan dari International Medical Devices Regulatory Forum (IMDRF), WHO Prequalification untuk in vitro diagnostic (IVD), dan pemanfaatan SaMD oleh industri Jepang, seperti computer-aided detection (CADe) dan diagnostic (CADx).
Acara ini menjadi platform penting bagi pertukaran pengetahuan dan pengalaman antara regulator, akademisi, industri, dan asosiasi alat kesehatan di tingkat regional dan internasional. Hal ini diharapkan dapat mendorong harmonisasi regulasi dan meningkatkan kualitas pengawasan alat kesehatan di kawasan ASEAN.
Harmonisasi Regulasi untuk Akses Pasar Global
Pelatihan ini difokuskan pada peningkatan pemahaman bersama mengenai standar teknis, pelaporan kejadian tidak diinginkan, serta pengawasan pasca-pasar. Dante Saksono Harbuwono menambahkan, "Pada pertemuan ini, bagaimana regulator di Indonesia dan regulator di Jepang dan negara-negara Asia lainnya, sehingga kita bisa masuk ke pasar global untuk produksi dunia." Pernyataan ini menekankan pentingnya harmonisasi regulasi untuk meningkatkan daya saing produk alat kesehatan Indonesia di pasar global.
Proyek ini didukung penuh oleh Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) dan Japan International Cooperation Agency (JICA). Dukungan ini menunjukkan komitmen kuat Jepang dalam membantu negara-negara ASEAN meningkatkan kapasitas regulasi alat kesehatan. Tujuan utama proyek ini adalah untuk memperkuat kapasitas regulator alat kesehatan di kawasan ASEAN menuju harmonisasi regulasi yang adaptif terhadap perkembangan teknologi medis.
Dengan adanya sinergi yang kuat antara ASEAN dan Jepang, diharapkan akan tercipta sistem regulasi alat kesehatan yang lebih harmonis, efektif, dan efisien. Hal ini akan membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat ASEAN terhadap teknologi medis inovatif dan aman, serta meningkatkan daya saing industri alat kesehatan di kawasan tersebut di pasar global.