Surplus Telur: Indonesia di Tengah Badai Eggflation Global
Di tengah lonjakan harga telur global, Indonesia justru surplus produksi dan berpotensi menjadi pemain utama industri telur dunia.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Indonesia, negara dengan populasi ayam petelur terkendali dan rantai pasok efisien, menikmati surplus telur di tengah "eggflation" global yang melanda banyak negara seperti Amerika Serikat dan Swiss. Kondisi ini terjadi pada akhir Maret 2025, dipicu oleh wabah flu burung, kenaikan harga pakan, dan gangguan rantai pasok di negara-negara tersebut, sementara Indonesia mampu menjaga stabilitas produksi dan harga telur relatif terjangkau, sekitar Rp29.475 per kilogram. Hal ini memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor dan mengembangkan industri berbasis telur bernilai tambah tinggi.
Kementerian Pertanian memprediksi surplus telur mencapai 288.700 ton pada tahun 2025, sebuah potensi besar untuk memasok negara-negara yang mengalami defisit. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, bahkan menyebut peluang ekspor ke Amerika Serikat yang tengah mengalami defisit tinggi. Harga telur di AS mencapai Rp68.103 per kilogram, jauh lebih tinggi daripada harga di Indonesia.
Keberhasilan Indonesia menjaga stabilitas harga dan produksi telur ini menjadi momentum penting bagi pengembangan ekonomi nasional. Keunggulan ini tidak hanya berdampak pada ketahanan pangan dalam negeri, tetapi juga membuka peluang besar untuk meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor dan pengembangan produk turunan telur yang bernilai tambah.
Ekspor Telur: Memanfaatkan Peluang Pasar Global
Data Kementerian Pertanian menunjukkan ekspor telur Indonesia ke Singapura telah mencapai 2.370 ton pada Januari-September 2024. Hal ini membuktikan daya saing produk unggas Indonesia di pasar internasional. Potensi pasar ekspor lainnya, seperti Timur Tengah dan Afrika, juga perlu digarap. Ketua Umum GPPU, Ahmad Dawami, mendukung rencana ekspor 1,6 juta butir telur per bulan ke AS, menyatakan kapasitas produksi nasional mampu memenuhi hingga 160 juta butir per bulan tanpa mengganggu kebutuhan domestik. "Kapasitas produksi nasional memungkinkan untuk memenuhi hingga 160 juta butir telur per bulan tanpa mengganggu kebutuhan dalam negeri," ujar Ahmad Dawami.
Strategi ekspor yang tepat sangat krusial untuk memaksimalkan potensi surplus telur. Tidak hanya mengekspor telur mentah, tetapi juga produk olahan seperti tepung telur yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dan daya simpan lebih lama. Hal ini akan meningkatkan pendapatan peternak dan mengukuhkan posisi Indonesia di pasar global.
Pemerintah perlu mendorong dan memfasilitasi ekspor dengan memberikan insentif dan kemudahan akses pasar internasional bagi para pelaku usaha. Promosi produk telur Indonesia dengan branding yang tepat dan sesuai dengan standar keamanan pangan negara tujuan ekspor juga sangat penting.
Inovasi dan Diversifikasi Produk Berbasis Telur
Selain ekspor, pengembangan produk turunan telur bernilai tambah tinggi menjadi kunci untuk meningkatkan pendapatan dan daya saing industri. Industri tepung telur, misalnya, memiliki potensi pasar besar baik di dalam maupun luar negeri. Inovasi lain seperti protein isolate dari putih telur dan produk nutraceutical berbasis kuning telur juga bisa menjadi peluang bisnis baru.
Diversifikasi produk ini tidak hanya meningkatkan nilai ekonomi, tetapi juga membuka peluang pasar baru dan mengurangi ketergantungan pada penjualan telur segar. Pengembangan produk-produk ini membutuhkan dukungan riset dan teknologi, serta kerjasama antara pemerintah, lembaga riset, dan pelaku industri.
Pemerintah perlu memberikan insentif dan dukungan bagi para pelaku usaha yang berinovasi dalam pengembangan produk turunan telur. Hal ini akan mendorong kreativitas dan inovasi dalam industri telur, serta menciptakan lapangan kerja baru.
Ketahanan Industri Unggas: Tantangan dan Solusi
Meskipun Indonesia memiliki keunggulan dalam produksi telur, ketergantungan pada impor jagung dan kedelai untuk pakan unggas masih menjadi tantangan. Oleh karena itu, pengembangan sumber pakan alternatif yang lebih efisien dan berkelanjutan sangat penting untuk menjaga ketahanan industri unggas jangka panjang.
Beberapa inovasi yang dapat dipertimbangkan antara lain pemanfaatan limbah pertanian, pengembangan teknologi fermentasi pakan, dan pemanfaatan serangga seperti black soldier fly (BSF) sebagai sumber protein alternatif. Inovasi-inovasi ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada impor, tetapi juga lebih ramah lingkungan.
Pemerintah perlu mendorong riset dan pengembangan teknologi pakan alternatif ini, serta memberikan insentif bagi para pelaku usaha yang menerapkannya. Kerjasama antara pemerintah, lembaga riset, dan pelaku industri sangat penting untuk mewujudkan hal ini.
Kesimpulannya, surplus telur Indonesia merupakan peluang emas yang harus dimanfaatkan secara optimal. Dengan strategi ekspor yang tepat, inovasi produk, dan pengembangan sumber pakan alternatif, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama dalam industri berbasis telur di tingkat global. Hal ini akan memperkuat ketahanan pangan nasional dan meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia.