Tahukah Anda? Handphone Kini Disebut 'Keluarga Baru' yang Mengganggu Kualitas Hubungan Keluarga
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga soroti dampak handphone pada kualitas hubungan keluarga, sebut gawai sebagai 'keluarga baru' yang menggeser interaksi.

Bandung, 29 Juli – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) sekaligus Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji, mengungkapkan fenomena baru yang patut diwaspadai. Beliau menyebut telepon seluler atau handphone kini telah menjadi 'keluarga baru' yang berpotensi mengganggu kualitas hubungan antar anggota keluarga.
Pernyataan ini disampaikan Wihaji dalam Mukernas IPeKB di Bandung pada Selasa (29/7). Menurutnya, peningkatan intensitas penggunaan gawai, bahkan oleh anak-anak yang bisa mencapai 7-8 jam per hari, secara perlahan menggantikan peran interaksi langsung dalam keluarga. Kondisi ini menciptakan jarak emosional yang sebelumnya tidak ada.
Wihaji menekankan bahwa permasalahan utama bukan terletak pada perangkat teknologi itu sendiri, melainkan pada pola penggunaan yang tidak terkontrol. Ia mengajak seluruh pihak, khususnya keluarga, untuk lebih bijak dan arif dalam menyikapi kehadiran teknologi demi menjaga keutuhan dan kehangatan komunikasi.
Handphone: 'Keluarga Baru' yang Menggeser Interaksi
Fenomena handphone sebagai 'keluarga baru' menjadi sorotan utama Mendukbangga Wihaji. Ia mengamati bagaimana gawai kini selalu hadir bersama setiap individu, bahkan menggantikan peran penting ayah, ibu, dan anak dalam berinteraksi sehari-hari. Anak-anak kehilangan sosok ayahnya karena sang ayah sibuk dengan handphone, begitu pula dengan para ibu.
Kondisi ini diperparah dengan durasi penggunaan gawai yang sangat tinggi, terutama di kalangan anak-anak. Data menunjukkan bahwa anak-anak dapat menghabiskan waktu hingga 7-8 jam per hari di depan layar. Intensitas ini secara signifikan mengurangi kesempatan untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara langsung dengan anggota keluarga lainnya.
Wihaji mengingatkan bahwa meskipun handphone memiliki banyak keunggulan, ia tidak dapat menggantikan sentuhan emosional dan perhatian yang hanya bisa diberikan oleh manusia. Kurangnya komunikasi dan percakapan, yang salah satunya disebabkan oleh terlalu larut dalam layar gawai, menjadi masalah krusial dalam keluarga modern.
Bijak Berteknologi: Pentingnya Literasi Digital dan Komunikasi
Meskipun menyoroti dampak negatif, Wihaji menegaskan tidak menolak kehadiran teknologi, termasuk ponsel. Ia justru mendorong semua pihak untuk lebih bijak dalam penggunaannya. Permasalahan timbul ketika penggunaan gawai dilakukan tanpa kontrol dan menguasai seluruh waktu interaksi keluarga.
Wihaji juga menyoroti bagaimana algoritma digital sangat memengaruhi cara berpikir generasi muda saat ini. Konten di handphone, baik media sosial maupun game, membentuk pikiran dan perilaku. Oleh karena itu, penting bagi keluarga untuk menyaring informasi dan konten yang diakses, agar sesuai dengan nilai dan budaya keluarga.
Ia mengajak seluruh keluarga Indonesia untuk membuka kembali ruang-ruang komunikasi yang sehat antar anggota. Momen-momen seperti makan bersama di meja makan atau berkumpul di ruang keluarga harus dimanfaatkan untuk mengobrol dan membangun kedekatan. Wihaji menyarankan durasi komunikasi tatap muka minimal 20 menit setiap hari, namun diharapkan bisa lebih.
Peran Penyuluh KB dalam Membangun Ketahanan Keluarga
Untuk mengatasi tantangan ini, Wihaji meminta para penyuluh KB di seluruh Indonesia untuk berperan aktif. Sebagai garda terdepan edukasi keluarga, penyuluh KB diharapkan mulai mengedukasi masyarakat mengenai literasi digital. Edukasi ini mencakup risiko algoritma media sosial, bahaya game adiktif, serta penyebaran informasi yang belum tentu benar di dunia maya.
Penyuluh memiliki tugas penting untuk mengingatkan masyarakat agar tidak menyerap begitu saja semua informasi yang belum tentu sesuai dengan nilai keluarga atau budaya lokal. Kemampuan menyaring konten menjadi kunci untuk melindungi generasi muda dari pengaruh negatif.
Lebih lanjut, Wihaji menekankan bahwa amat penting bagi penyuluh KB untuk membangun kembali ketahanan keluarga yang berbasis komunikasi. Dengan komunikasi yang kuat dan terbuka, keluarga dapat menghadapi berbagai tantangan modern, termasuk dampak dari teknologi digital, serta memperkuat ikatan emosional antar anggota.