Tantangan Kesehatan Mata di Indonesia: Sebuah Wawancara dengan Prof. Yunia Irawati
Guru Besar FKUI, Prof. Yunia Irawati, menyoroti tantangan kesehatan mata di Indonesia, termasuk angka kebutaan yang tinggi dan perlunya inovasi serta pemerataan layanan kesehatan mata.

Masalah kesehatan mata di Indonesia masih menjadi perhatian serius. Prof. Dr. dr. Yunia Irawati, SpM(K), Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), baru-baru ini mengungkapkan keprihatinannya terkait hal ini. Pernyataan ini disampaikan di Depok, Jumat lalu, menekankan pentingnya perhatian terhadap kesehatan mata untuk produktivitas dan ekonomi nasional.
Kesehatan Mata dan Dampaknya terhadap Ekonomi Nasional
Prof. Yunia Irawati menjelaskan bahwa kesehatan mata memegang peranan penting dalam produktivitas dan perekonomian negara. Salah satu pendekatan utama dalam mengatasi masalah kesehatan mata adalah melalui bedah okuloplastik rekonstruksi. Teknik ini mencakup berbagai aspek, mulai dari perawatan kelopak mata dan aneksanya, hingga operasi tulang orbita dan sistem ekskresi lakrimal. Bahkan, bedah estetika mata, filler, dan rejuvenation juga termasuk di dalamnya.
Data dari International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) tahun 2020 menunjukkan angka yang mengkhawatirkan: sekitar 35 juta orang di Indonesia mengalami kehilangan penglihatan, dengan 3,7 juta di antaranya mengalami kebutaan. Survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) pada 2014-2016 juga mencatat prevalensi kebutaan mencapai tiga persen, dengan katarak sebagai penyebab utama. Selain itu, kelainan kelopak mata seperti lagoftalmos, entropion, ektropion, dan ptosis juga menjadi masalah yang signifikan dan berdampak serius pada penglihatan dan kualitas hidup.
Inovasi Teknologi dan Tantangan Persepsi
Meskipun inovasi teknologi seperti teknik bedah minimal invasif dan endoskopi telah meningkatkan akurasi diagnostik dan intervensi, tantangan masih ada. Salah satu tantangan terbesar adalah persepsi masyarakat yang keliru. Banyak yang menganggap okuloplastik-rekonstruksi hanya berkaitan dengan estetika, padahal cakupannya jauh lebih luas, termasuk pemulihan fungsi vital jaringan yang rusak.
Lepra dan Komplikasi Mata
Prof. Yunia Irawati, yang juga dikenal sebagai Prof. Ira, mengungkapkan penelitiannya tentang lagoftalmos akibat lepra. Indonesia memiliki kasus lepra baru tertinggi di Asia Tenggara, dengan komplikasi mata seperti madarosis, dakriosistitis, entropion, ektropion, dan lagoftalmos akibat paralisis nervus fasialis. Penanganan lepra membutuhkan pendekatan holistik, mulai dari pemberian lubrikan, lid tapping, hingga prosedur okuloplastik-rekonstruksi seperti tarsorafi atau gold weight implant.
Penelitian dan Implementasi: Program KATAMATAKU UI
Prof. Ira juga melakukan penelitian untuk meningkatkan penanganan lagoftalmos melalui Randomized Controlled Trial (RCT), membandingkan Teknik Modifikasi Tarsorafi (Teknik Yunia) dan Teknik Gold Weight Implant. Penelitian ini bertujuan memberikan solusi optimal bagi pasien, terutama di daerah dengan akses terbatas ke layanan subspesialis. Hasil penelitiannya diimplementasikan melalui program KATAMATAKU UI, yang sejak 2018 mendukung penanganan lepra secara holistik dalam kesehatan, antistigma, dan agroekonomi. Program ini menjangkau wilayah endemis, melatih tenaga kesehatan, dan berkontribusi dalam advokasi kebijakan, termasuk penerbitan Policy Brief di Ambon (2023).
KATAMATAKU UI juga berperan dalam pendidikan mahasiswa melalui program MBKM – Elective Posting, mendukung target eliminasi lepra pada tahun 2030. Prof. Ira menekankan pentingnya kepedulian akademisi dan masyarakat terhadap permasalahan kesehatan dan pendidikan, sebagai langkah awal untuk mendorong inovasi dan solusi melalui kolaborasi lintas disiplin dan sektor.
Kesimpulan
Permasalahan kesehatan mata di Indonesia membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak. Inovasi teknologi, peningkatan akses layanan kesehatan, dan perubahan persepsi masyarakat sangat penting untuk mengatasi tantangan ini. Program-program seperti KATAMATAKU UI menunjukkan contoh nyata bagaimana kolaborasi dan penelitian dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, khususnya dalam menangani penyakit seperti lepra dan dampaknya terhadap kesehatan mata.