Terungkap! 'Ratu Narkoba' Hanisah Dituntut 10 Tahun Penjara dalam Kasus TPPU
Hanisah, yang dijuluki 'Ratu Narkoba' Aceh, menghadapi tuntutan 10 tahun penjara dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Simak selengkapnya!

Hanisah, sosok yang dikenal luas sebagai 'Ratu Narkoba' dari Aceh, kini menghadapi babak baru dalam perjalanan hukumnya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bireuen telah menuntutnya dengan hukuman 10 tahun penjara. Tuntutan ini terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang merupakan pengembangan dari jaringan narkotika.
Pembacaan tuntutan tersebut berlangsung pada persidangan di Pengadilan Negeri Bireuen, Kabupaten Bireuen, pada Senin, 4 Agustus. JPU menyatakan Hanisah terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Undang-undang ini mengatur tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Selain pidana penjara, Hanisah juga dituntut membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Sejumlah aset berharga miliknya, termasuk tanah, rumah, mobil mewah, dan usaha pencucian mobil, juga diminta untuk dirampas negara. Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan nama besar dalam dunia peredaran narkoba.
Kronologi Kasus TPPU Hanisah
Tuntutan terhadap Hanisah dalam perkara TPPU ini didasarkan pada pelanggaran serius terhadap regulasi hukum. Jaksa Penuntut Umum secara tegas menyatakan bahwa terdakwa terbukti bersalah. Pelanggaran ini merujuk pada Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Undang-undang tersebut secara spesifik mengatur tentang tindak pidana pencucian uang.
Kasus TPPU ini merupakan pengembangan signifikan dari perkara narkotika yang sebelumnya menjerat Hanisah. Ia sebelumnya telah divonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Medan. Namun, putusan tersebut berubah menjadi seumur hidup di tingkat banding. Upaya kasasi yang diajukan oleh Hanisah maupun JPU ditolak oleh Mahkamah Agung.
Dalam tuntutan TPPU, JPU juga merinci aset-aset yang diduga hasil dari kejahatan narkotika. Aset-aset ini meliputi beberapa bidang tanah dan rumah mewah. Selain itu, dua unit mobil mewah, usaha pencucian mobil, serta koleksi tas, sepatu, dan jam tangan bermerek juga menjadi fokus. Semua barang bukti tersebut dituntut untuk dirampas dan disita oleh negara.
Penuntutan pidana penjara ini memiliki ketentuan khusus. Tuntutan akan dijalani terdakwa apabila ada putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Ketentuan ini juga berlaku jika ada putusan yang lebih ringan dari Mahkamah Agung. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan keterkaitan antara berbagai perkara hukum yang menjerat Hanisah.
Jejak 'Ratu Narkoba' dan Penangkapan BNN
Julukan 'Ratu Narkoba' yang melekat pada Hanisah tidak lepas dari skala kejahatan yang dilakukannya. Ia ditangkap oleh tim Badan Narkotika Nasional (BNN) RI di kediamannya di Kabupaten Bireuen. Penangkapan ini terjadi pada tanggal 8 Agustus 2023, menandai akhir dari pelarian panjangnya.
Penangkapan tersebut merupakan hasil pengembangan dari pengungkapan kasus besar. Hanisah terlibat dalam kepemilikan dan pengiriman narkoba jenis sabu-sabu seberat 52,2 kilogram. Selain itu, ia juga terkait dengan 323.822 butir pil ekstasi. Jumlah fantastis ini menjadi bukti utama mengapa ia dijuluki sebagai 'Ratu Narkoba' dari Aceh.
Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen, Munawal Hadi, menjelaskan bahwa perkara TPPU ini adalah kelanjutan dari kasus narkotika. Kasus ini melibatkan Hanisah dan sejumlah individu lainnya. Penangkapan Hanisah sendiri merupakan pengembangan dari penangkapan lima pelaku pengiriman narkoba asal Malaysia di Kota Medan, Sumatera Utara.
Kelima pelaku yang ditangkap sebelumnya adalah Al Riza, Hamzah, Maimun, Nasrullah, dan Mustafa. Penangkapan mereka menjadi pintu masuk bagi BNN RI untuk mengungkap peran Hanisah dalam jaringan peredaran narkoba internasional. Jaringan ini memiliki jalur pengiriman dari Malaysia ke Indonesia, khususnya melalui wilayah Aceh.
Proses Hukum Selanjutnya
Menanggapi tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum, terdakwa Hanisah dan tim penasihat hukumnya menyatakan akan mengajukan pledoi. Pledoi ini merupakan nota pembelaan yang akan disampaikan di persidangan selanjutnya. Ini adalah hak terdakwa untuk menyanggah atau memberikan argumen atas tuntutan jaksa.
Majelis hakim yang diketuai oleh Raden Eka Pramanca Cahyo Nugroho telah menjadwalkan kelanjutan persidangan. Sidang berikutnya akan dilaksanakan pada Senin, 11 Agustus, dengan agenda mendengarkan pembelaan dari terdakwa dan penasihat hukumnya. Hakim anggota yang mendampingi adalah Rahmi Warni dan M Muchsin Alfahrasi Nur.
Proses hukum terhadap Hanisah ini menjadi sorotan publik dan media. Keputusan akhir dari majelis hakim akan menjadi penentu nasib 'Ratu Narkoba' tersebut. Publik menantikan bagaimana pengadilan akan memutuskan kasus TPPU yang melibatkan aset-aset bernilai miliaran rupiah ini.