UMKM Rumahan di Bali Banjir Pesanan Kue Teratai Imlek
Menjelang Imlek 2576, UMKM rumahan di Denpasar, Bali, milik Ni Wayan Raba kebanjiran pesanan kue teratai hingga puluhan kilogram, menunjukkan tradisi unik perayaan Imlek di Bali.

Jelang Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili, UMKM rumahan di Denpasar, Bali, ramai memproduksi kue teratai. Salah satunya adalah usaha milik Ni Wayan Raba yang terletak di Jalan Nangka Nomor 96, Denpasar Utara. Sejak Sabtu (25/1), ia dan satu saudarinya telah menggunakan hampir 40 kilogram tepung untuk membuat ratusan kue teratai yang telah dipesan.
Mengapa kue teratai begitu diminati? Kue ini merupakan tradisi unik warga Tionghoa di Bali. Mereka menggunakannya sebagai persembahan dalam puncak persembahyangan Tahun Baru Imlek, sebelum dinikmati bersama keluarga. Kue ini juga memiliki daya tarik tersendiri karena cita rasanya yang lezat dan proses pembuatannya yang unik.
Bagaimana proses pembuatannya? Wayan Raba menjelaskan proses pembuatan kue teratai yang mirip dengan bakpao ini cukup sederhana. Bahan utamanya adalah tepung terigu, mentega, gula, air, dan isian seperti kacang hijau, pandan, atau kacang hitam. Meskipun prosesnya manual, mereka berdua mampu menghasilkan lebih dari 130 potong kue per adonan, atau sekitar 13 bungkus kemasan berbentuk teratai.
Meskipun prosesnya manual dan dilakukan di rumah, Wayan Raba dan saudarinya mampu menghasilkan ratusan kue teratai setiap harinya. Mereka mengadon bahan hingga lima kali sehari. Satu bungkus kue teratai dijual dengan harga Rp20.000 ke toko besar, kemudian dijual kembali oleh toko tersebut ke masyarakat dengan harga Rp25.000.
Kue teratai buatan Wayan Raba memiliki daya tahan tiga hari. Konsumen bisa langsung mengonsumsinya, mengukusnya, atau menggorengnya sesuai selera. Meskipun omsetnya tidak sampai puluhan juta rupiah, Wayan Raba mengaku penjualan tahun ini lebih baik dibandingkan tiga tahun masa pandemi COVID-19.
Selama 20 tahun menekuni usaha ini, Wayan Raba, seorang wanita asli Bali, telah membuktikan bahwa tradisi Imlek di Bali juga berkontribusi pada perekonomian lokal. Usaha rumahannya menjadi bukti nyata bagaimana tradisi budaya dapat dipadukan dengan semangat kewirausahaan.
Uniknya, meskipun menggunakan teknik pembuatan manual, termasuk mewarnai ujung kue dengan teknik manual, Wayan Raba tetap konsisten menjaga kualitas dan cita rasa kue teratainya. Hal ini menunjukkan dedikasi dan komitmennya dalam memenuhi permintaan pasar menjelang perayaan Imlek.
Kue teratai menjadi simbol perayaan Imlek di Bali, dan usaha rumahan seperti milik Wayan Raba berperan penting dalam menjaga kelangsungan tradisi tersebut. Dengan setiap kue yang terjual, terdapat cerita dan dedikasi yang terpatri di dalamnya.