Usai Insiden Penghapusan Data Liputan KPK, Kepala Bandara Haluoleo Minta Maaf Terbuka kepada Jurnalis
Kepala Bandara Haluoleo Minta Maaf secara terbuka kepada jurnalis ANTARA dan AJI Kendari pasca insiden penghapusan data liputan OTT KPK. Apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana kelanjutannya?

Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Kelas I Haluoleo, Denny Ariyanto, menyampaikan permohonan maaf secara terbuka. Permintaan maaf ini ditujukan kepada LKBN ANTARA dan seluruh jurnalis di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Hal ini menyusul insiden dugaan intimidasi dan permintaan penghapusan data hasil liputan wartawan.
Insiden tersebut terjadi pada Jumat (9/8) lalu di Bandara Haluoleo, Kendari. Seorang jurnalis LKBN ANTARA, La Ode Muh Deden Saputra, mengalami tindakan penghapusan paksa foto dan video. Liputan tersebut terkait pemberangkatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Denny Ariyanto menegaskan bahwa tidak ada niat untuk mengintimidasi atau melecehkan profesi jurnalis. Ia mengakui adanya kemungkinan kesalahan prosedur atau tindakan dalam pelaksanaan tugas. Pihak bandara berharap insiden ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.
Kronologi Insiden dan Permintaan Maaf
Insiden bermula ketika jurnalis La Ode Muh Deden Saputra meliput rombongan KPK di area check-in Bandara Haluoleo. Ia sempat mendapat teguran dari petugas berseragam rompi merah. Meskipun telah menjelaskan statusnya sebagai wartawan ANTARA, Deden tetap diminta menghapus hasil liputannya.
Petugas bandara bersikeras agar foto dan video dihapus dengan alasan area check-in merupakan area sensitif. Bahkan, petugas memastikan semua data terhapus hingga memeriksa folder 'baru saja dihapus' di ponsel Deden. Tindakan ini memicu reaksi keras dari sejumlah organisasi pers.
Kepala Bandara Haluoleo, Denny Ariyanto, kemudian menemui jurnalis dan perwakilan LKBN ANTARA Biro Sultra. Ia secara langsung menyampaikan permohonan maaf atas insiden yang terjadi. Denny berharap kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Tanggapan Organisasi Pers dan Perlindungan Jurnalis
Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, Randi Ardiansyah, menyayangkan insiden intimidasi ini. Menurutnya, tindakan meminta atau memaksa jurnalis menghapus karya jurnalistik adalah pelanggaran serius. Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan pers yang dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Pasal 4 ayat (3) UU Pers secara jelas menyatakan bahwa pers nasional berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi. Selain itu, Pasal 18 ayat (1) UU Pers mengancam pidana penjara hingga 2 tahun atau denda Rp500 juta bagi pihak yang menghambat kemerdekaan pers. AJI Kendari menegaskan bahwa penghapusan paksa hasil liputan juga melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Ketua IJTI Sultra, Saharudin, menambahkan bahwa area publik seperti pintu masuk keberangkatan bandara seharusnya dapat diakses. Siapapun tidak boleh melarang atau menghapus materi dokumentasi, terutama jurnalis yang sedang bertugas. Ia mengimbau jurnalis untuk berani melaporkan intimidasi kepada organisasi profesi atau Dewan Pers.
Penjelasan Pihak Bandara dan Harapan ke Depan
Humas Bandara Haluoleo Kendari, Nurlansah, menjelaskan bahwa pelarangan pengambilan gambar disebabkan lokasi tersebut masuk area keamanan terbatas (Security Restricted Area). Menurutnya, tindakan penghalauan dan permintaan penghapusan dokumentasi dilakukan sesuai prosedur. Hal ini merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun 2024.
Keputusan tersebut mengatur bahwa pengambilan gambar di Security Restricted Area dilarang, kecuali atas izin Kepala Bandara. Nurlansah menegaskan bahwa tindakan tersebut bukan bermaksud mengintimidasi. Namun, ia mengakui adanya permintaan dari KPK agar tidak ada video atau foto terkait rombongan mereka.
Kepala LKBN ANTARA Biro Sultra, Zabur Karuru, mengapresiasi niat baik Kepala Bandara Haluoleo. Ia berharap jurnalis dapat difasilitasi dalam meliput kegiatan di bandara ke depan. Jurnalis La Ode Muh Deden Saputra juga berharap pihak bandara dapat memberikan ruang yang lebih bebas bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.