Usulan Prabowo Bangun Penjara di Pulau: Solusi Atasi Overkapasitas Lapas?
Ketua Komisi XIII DPR RI menilai usulan Presiden Prabowo Subianto soal membangun penjara di pulau terpencil dapat menjadi solusi mengatasi overkapasitas lapas dan rutan di Indonesia, namun perlu kajian komprehensif.

Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pembangunan penjara di pulau terpencil sebagai solusi mengatasi overkapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) di Indonesia. Usulan ini mendapat tanggapan positif dari Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, yang melihatnya sebagai potensi solusi untuk merevitalisasi sistem pemasyarakatan yang saat ini menghadapi permasalahan serius.
Willy Aditya menjelaskan bahwa lebih dari 525 lapas dan rutan di Indonesia saat ini mengalami overkapasitas hingga lebih dari 100 persen. Kondisi ini menunjukkan urgensi perlunya solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Ia menekankan bahwa usulan Presiden Prabowo bukan hanya sekadar hukuman tambahan bagi koruptor, melainkan bagian dari upaya perbaikan sistem pemasyarakatan secara menyeluruh.
"Artinya kita memang butuh metode menguranginya. Boleh jadi dari 17.000 pulau yang ada di wilayah kita itu memang dapat menjadi solusi," ujar Willy Aditya dalam keterangan tertulisnya.
Mencari Solusi di Kepulauan Indonesia
Willy Aditya menyoroti potensi pembangunan lapas baru di berbagai pulau di Indonesia. Ia mencontohkan, Aceh dengan 363 pulau kecil dan Sumatera Utara dengan 229 pulau, dapat menjadi lokasi alternatif pembangunan lapas baru. Untuk mengurangi kepadatan lapas di Pulau Jawa, ia menyarankan pembangunan lapas di Lampung atau Nusa Tenggara Barat.
Anggota Komisi yang membidangi hak asasi manusia, keimigrasian, pemasyarakatan, dan penanggulangan terorisme ini menekankan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi dalam pengelolaan lapas, termasuk bagi narapidana koruptor. Pembangunan lapas di pulau terpencil, menurutnya, harus diimbangi dengan program pembinaan yang memadai.
Ia menambahkan bahwa mengucilkan narapidana ke pulau terpencil semata-mata hanya membatasi kebebasan fisik, namun aspek kemanusiaan tetap harus dijaga. Program pembinaan yang efektif menjadi kunci agar para narapidana dapat kembali berintegrasi ke masyarakat setelah menjalani masa hukuman.
Pentingnya Kajian Komprehensif
Willy Aditya mengingatkan pentingnya memastikan bahwa pemindahan narapidana ke pulau terpencil tidak menjadi bentuk hukuman tambahan di luar putusan pengadilan. Oleh karena itu, ia meminta kementerian terkait untuk segera melakukan kajian komprehensif terhadap usulan Presiden Prabowo.
"Menghukum di tempat terpencil jangan sampai menjadi bentuk hukuman tambahan di luar putusan pengadilan," tegas Willy. Ia menekankan perlunya kajian yang mendalam untuk memastikan implementasi usulan tersebut sesuai dengan prinsip hukum dan hak asasi manusia.
Program-program pembinaan bagi narapidana, terlepas dari jenis kejahatan yang dilakukan, sangat penting agar mereka siap kembali ke tengah masyarakat setelah menjalani masa hukuman. Kajian komprehensif ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kelayakan dan dampak dari usulan pembangunan penjara di pulau terpencil.
"Karena ini idenya berasal dari Pak Presiden, semestinya kementerian teknis juga bisa segera bersiap dengan kajian komprehensifnya," pungkas Willy Aditya.
Dengan adanya usulan ini, diharapkan dapat memberikan solusi jangka panjang untuk mengatasi permasalahan overkapasitas lapas dan rutan di Indonesia, sekaligus meningkatkan kualitas sistem pemasyarakatan secara keseluruhan.