Warga Kebon Sayur Demo Tolak Penggusuran di Balai Kota, Tuntut Penerbitan Sertifikat Tanah
Aliansi Perjuangan Warga Kebon Sayur menggelar demonstrasi di Balai Kota Jakarta, menolak penggusuran dan meminta penerbitan sertifikat tanah atas lahan yang telah mereka huni selama lebih dari 20 tahun.

Aksi demonstrasi warga Kebon Sayur di depan Balai Kota Jakarta pada Senin, 21 April 2025, menyoroti konflik agraria yang pelik. Aksi ini dilakukan oleh Aliansi Perjuangan Warga Kebon Sayur, Cengkareng, Jakarta Barat, untuk menyuarakan penolakan terhadap penggusuran dan perusakan lingkungan di wilayah mereka. Mereka menuntut penghentian aktivitas penggusuran yang telah mengakibatkan kerugian materiil dan psikis bagi warga. Aksi ini melibatkan ratusan warga yang membawa poster dan spanduk berisi tuntutan mereka.
Massa aksi yang sebagian besar merupakan warga Kebon Sayur, mengungkapkan keresahan mereka terkait masuknya alat berat dan truk pengangkut tanah ke wilayah mereka sejak awal Maret 2025 tanpa izin resmi. Mereka menuduh aktivitas tersebut dikawal oleh sekelompok orang yang diduga preman bayaran. Seorang orator dari atas mobil komando berteriak, "Tolong keluarkan alat berat di Kebon Sayur! Lakukan sengketa tanah terhadap yang mengaku-ngaku! Warga Kebon Sayur bukan untuk dicoba!" Kejadian ini menimbulkan kemacetan lalu lintas di sekitar Balai Kota karena massa menutup sebagian badan jalan.
Konflik ini berpusat pada klaim kepemilikan tanah seluas 21,5 hektare oleh seseorang yang mengklaim berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 188/PK/Pdt/2019. Namun, warga Kebon Sayur membantah klaim tersebut, dengan alasan bahwa sekitar 3.000 kepala keluarga telah menghuni wilayah tersebut selama lebih dari 20 tahun. Ketua Aliansi Perjuangan Warga Kebon Sayur Kapuk, M Andreas, menegaskan bahwa tidak ada bukti kepemilikan yang sah dari pihak yang mengklaim, dan pemerintah Kelurahan Kapuk pun tidak menerima pemberitahuan terkait aktivitas alat berat tersebut. Warga telah beberapa kali mencoba menghentikan aktivitas tersebut namun kerap mendapat intimidasi.
Tuntutan Warga dan Respon Pemerintah
Warga Kebon Sayur, bersama aliansi seperti AGRA, SPHP, PEMBARU, FMN, dan GMNI Jakarta Selatan, menyampaikan empat tuntutan utama dalam demonstrasi tersebut. Mereka menuntut penghentian penggusuran, pengeluaran alat berat dari wilayah mereka, ganti rugi atas bangunan yang telah digusur, dan yang terpenting, penerbitan sertifikat tanah untuk warga Kebon Sayur dan Kapuk Pulo. "Kami meminta kepada pihak gubernur untuk membantu, mendukung dan mengatensikan kepada pihak Badan Pertanahan Nasional agar menerbitkan sertifikat tanah untuk warga Kebon Sayur dan Kapuk Pulo, Kelurahan Kapuk Kecamatan Cengkareng Kota Jakarta Barat," tegas Andreas.
Andreas menambahkan bahwa pada 17 Maret 2025, warga telah melakukan audiensi dengan Wali Kota Jakarta Barat, yang berjanji akan melakukan observasi dan menindak aktivitas ilegal jika terbukti tidak berizin. Namun, hingga aksi demonstrasi di Balai Kota, belum ada tindakan lanjutan dari pemerintah. Ketidakpastian ini semakin memperkuat tekad warga untuk terus memperjuangkan hak mereka.
Aparat kepolisian dan Satpol PP tampak berjaga di depan Balai Kota, membentuk barikade untuk mengamankan jalannya demonstrasi. Meskipun aksi demonstrasi sempat menyebabkan kemacetan, demonstrasi berlangsung secara tertib dan damai. Kehadiran aparat keamanan diharapkan dapat mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Konflik Agraria dan Perlindungan Warga
Kasus penggusuran di Kebon Sayur ini menyoroti pentingnya perlindungan hak warga atas tanah dan tempat tinggal. Konflik agraria seperti ini seringkali terjadi di perkotaan, di mana perkembangan pembangunan seringkali berbenturan dengan hak-hak masyarakat yang telah lama bermukim di suatu wilayah. Pemerintah perlu segera menyelesaikan konflik ini dengan adil dan transparan, memastikan bahwa hak-hak warga terlindungi dan dihormati.
Keberadaan alat berat dan dugaan keterlibatan preman bayaran semakin memperumit situasi. Pemerintah perlu menyelidiki dugaan tersebut dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam tindakan ilegal. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses penyelesaian konflik agraria sangat penting untuk mencegah terjadinya konflik serupa di masa mendatang.
Permintaan warga akan penerbitan sertifikat tanah merupakan langkah penting untuk memberikan kepastian hukum atas kepemilikan lahan mereka. Proses penerbitan sertifikat tanah perlu dipercepat dan disederhanakan agar warga dapat memperoleh kepastian hukum atas lahan yang telah mereka huni selama bertahun-tahun.
Aksi demonstrasi ini menjadi pengingat bagi pemerintah akan pentingnya dialog dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait pembangunan dan pengelolaan lahan. Penyelesaian konflik agraria yang adil dan berkelanjutan membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak.