Cegah Tawuran Remaja: Perbanyak Dialog, Bangun Konektivitas Positif
Psikolog UGM, Novi Poespita Chandra, menekankan pentingnya dialog dan pendekatan kolektif untuk mencegah tawuran remaja, alih-alih hanya hukuman, dengan membangun konektivitas positif di rumah dan sekolah.

Jakarta, 11 Maret 2024 (ANTARA) - Tawuran remaja kembali menjadi perhatian. Untuk mencegahnya, khususnya selama bulan Ramadhan, dibutuhkan pendekatan yang lebih holistik. Psikolog dan dosen Universitas Gadah Mada, Novi Poespita Chandra, menyoroti pentingnya membangun dialog dan merangkul anak muda untuk mengubah pola pikir mereka.
Menurut Novi, mencegah tawuran tidak cukup hanya dengan memberikan sanksi. Perlu upaya kolektif untuk mengarahkan remaja ke kegiatan positif. Ia menekankan pentingnya membangun komunikasi dan interaksi yang efektif, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.
Novi menjelaskan bahwa otak manusia belajar lebih efektif secara berkelompok. Oleh karena itu, pendekatan kolektif dalam merangkul anak muda dan mengarahkan mereka ke hal-hal positif akan jauh lebih efektif daripada menasehati atau menghukum satu per satu individu. Konektivitas antar remaja sangat penting untuk menciptakan perubahan bersama.
Membangun Dialog dari Rumah dan Sekolah
Novi menyarankan agar dialog dimulai dari rumah, dengan meningkatkan intensitas interaksi tatap muka antara orang tua dan anak. Di era digital saat ini, banyak remaja yang kurang berinteraksi secara langsung karena terlalu fokus pada gadget. Hal ini menyebabkan mereka merasa kurang diperhatikan dan kesulitan dalam berkomunikasi.
"Kita ini jarang membangun interaksi yang dalam dan dialog dengan anak-anak kita. Ini menjadi akar permasalahan yang berdampak luas, sehingga anak merasa tidak punya tempat untuk bertanya. Cara belajarnya hanya melalui gadget, dan interaksi hanya dengan teman-teman sebaya yang belum tentu baik," ungkap Novi.
Ia menambahkan bahwa hukuman, seperti "time out" atau larangan keluar rumah, boleh diberikan jika anak terlibat tawuran. Namun, waktu tersebut harus dimanfaatkan untuk berdialog dan membangun interaksi positif. Orang tua bisa menanyakan apa yang membuat anak merasa kurang diperhatikan dan meminta maaf jika belum memberikan perhatian yang cukup.
Dengan berkomunikasi, orang tua dapat mengembalikan kedekatan dengan anak, sehingga anak merasa memiliki tempat untuk berkeluh kesah dan mencurahkan perasaannya. Hal ini dapat mencegah anak melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Ruang dialog juga perlu dibangun di sekolah, dengan melibatkan guru dan konselor.
Pentingnya Konektivitas Positif
Lebih lanjut, Novi menjelaskan bahwa pendekatan kolektif sangat penting dalam mencegah tawuran remaja. Membangun konektivitas positif antar remaja dapat membantu mereka saling mendukung dan mengarahkan satu sama lain ke hal-hal yang lebih bermanfaat. Ini akan lebih efektif daripada hanya memberikan sanksi individual.
Dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, mulai dari keluarga, sekolah, hingga lingkungan sekitar, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang kondusif bagi remaja untuk tumbuh dan berkembang secara positif. Pendekatan ini menekankan pentingnya membangun hubungan yang kuat dan saling mendukung, bukan hanya sekedar memberikan hukuman.
Selain itu, upaya pencegahan tawuran juga perlu melibatkan berbagai pihak, seperti pemerintah, lembaga masyarakat, dan organisasi pemuda. Mereka dapat bekerja sama untuk menciptakan program-program yang positif dan menarik bagi remaja, sehingga mereka memiliki alternatif kegiatan yang lebih bermanfaat daripada tawuran.
Kesimpulan
Pencegahan tawuran remaja membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan. Perbanyak ruang dialog, baik di rumah maupun sekolah, serta bangun konektivitas positif di antara remaja. Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi angka tawuran dan menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi anak muda.