Mengapa Sulit? Bank Diharap Lebih Fleksibel Beri Kredit Mobil UMKM
Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI) berharap perbankan lebih fleksibel dalam memberikan kredit mobil UMKM, karena banyak pelaku usaha mikro yang kesulitan mengakses pembiayaan untuk kendaraan operasional.

Tangerang, Banten – Asosiasi Industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (IUMKM) Indonesia, atau AKUMANDIRI, menyuarakan harapannya agar sektor perbankan dapat lebih adaptif dalam menyetujui pengajuan pinjaman atau kredit untuk kendaraan roda empat bagi pelaku UMKM. Fleksibilitas ini dinilai krusial untuk mendukung operasional dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di Tanah Air.
Ketua Umum AKUMANDIRI, Hermawati Setyorinny, mengungkapkan permasalahan ini dalam diskusi bertajuk “Dialog Industri Otomotif Nasional” yang diselenggarakan di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025, ICE BSD City, Tangerang, pada Senin (28/7). Menurut Hermawati, bank cenderung menganggap pembelian mobil sebagai aset konsumtif, bukan produktif, meskipun kendaraan tersebut jelas-jelas digunakan untuk menunjang kegiatan usaha.
Kondisi ini menyebabkan banyak pelaku UMKM di Indonesia masih menghadapi hambatan signifikan dalam mengakses pembiayaan dari lembaga perbankan. Terutama untuk pengadaan mobil yang sejatinya berfungsi sebagai sarana penunjang vital bagi kelangsungan dan pertumbuhan bisnis mereka.
Tantangan Akses Pembiayaan Kendaraan bagi UMKM
Hermawati Setyorinny menjelaskan bahwa kendala utama yang dihadapi UMKM adalah persepsi perbankan terhadap mobil sebagai barang konsumtif. Meskipun mobil tersebut digunakan untuk distribusi barang, pengangkutan bahan baku, atau pelayanan pelanggan, pengajuan pinjaman seringkali ditolak. Hal ini berbeda dengan kebutuhan UMKM yang sangat mendesak akan kendaraan operasional.
Banyak pelaku usaha mikro yang sebenarnya sangat membutuhkan kendaraan untuk mobilitas usaha mereka. Misalnya, pedagang yang lokasi usahanya berpindah-pindah atau tidak memiliki tempat berdagang permanen. Kondisi ini seringkali menjadi alasan bagi beberapa bank untuk menolak pengajuan kredit mobil UMKM, karena dianggap tidak memiliki tempat usaha yang tetap.
Pandangan ini menciptakan dilema bagi UMKM yang membutuhkan sarana transportasi untuk menunjang produktivitas. Mereka terjebak dalam lingkaran sulit, di mana kebutuhan esensial untuk operasional justru dianggap sebagai beban konsumtif oleh pihak pemberi pinjaman.
Harapan Fleksibilitas dari Sektor Perbankan
AKUMANDIRI sangat berharap agar ke depan, perbankan dapat mengadopsi pendekatan yang lebih fleksibel dalam menilai kebutuhan finansial pelaku UMKM. Ini termasuk pengakuan terhadap pembelian kendaraan sebagai investasi produktif, bukan sekadar aset konsumtif, apabila memang digunakan untuk menunjang kegiatan operasional usaha.
Hermawati menegaskan bahwa perbankan harus lebih adaptif dan mampu mengakomodasi kebutuhan spesifik UMKM, terutama di tengah kondisi ekonomi yang semakin menantang. Persaingan usaha yang semakin ketat juga menuntut UMKM untuk lebih efisien dan memiliki sarana penunjang yang memadai, termasuk kendaraan.
Fleksibilitas ini diharapkan tidak hanya terbatas pada penilaian jenis aset, tetapi juga pada persyaratan pengajuan pinjaman. Dengan demikian, lebih banyak UMKM yang dapat mengakses pembiayaan untuk kendaraan operasional, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Inisiatif Kolaborasi untuk Memudahkan Akses
Untuk mengatasi permasalahan ini, AKUMANDIRI tidak tinggal diam. Asosiasi ini tengah aktif berupaya menjalin kolaborasi strategis dengan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) atau produsen otomotif. Tujuan utama dari inisiatif ini adalah untuk mempermudah UMKM dalam mendapatkan akses kepemilikan kendaraan.
Salah satu contoh kolaborasi terbaru adalah dengan PT Sokonindo Automobile, yang menaungi merek DFSK di Indonesia. Melalui kerja sama ini, DFSK memberikan potongan harga signifikan untuk dua unit kendaraan listrik mereka, yaitu Supercab dan Gelora E, khusus bagi UMKM yang berada di bawah naungan Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI).
Langkah-langkah kolaboratif seperti ini diharapkan dapat menjadi jembatan bagi UMKM untuk memiliki kendaraan yang dibutuhkan, tanpa harus terbentur oleh ketatnya persyaratan kredit perbankan. Ini menunjukkan komitmen untuk mencari solusi inovatif demi mendukung geliat ekonomi sektor UMKM.