Sulitnya Penanganan Truk 'Sound Horeg' Milik Perorangan: KNKT Ungkap Bahaya Korsleting dan Ketidakstabilan
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menghadapi tantangan besar dalam menangani truk 'sound horeg' milik perorangan yang berpotensi sebabkan korsleting dan ketidakstabilan di jalan.

Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyoroti tantangan serius dalam upaya penanganan truk yang dimodifikasi dengan sistem audio berdaya tinggi, atau yang dikenal sebagai “sound horeg”. Kendaraan-kendaraan ini, yang kerap menjadi sumber bahaya di jalan raya, menimbulkan kesulitan signifikan bagi pihak berwenang. Terutama, penanganan menjadi rumit ketika truk-truk tersebut dimiliki oleh individu, bukan oleh perusahaan transportasi.
Ahmad Wildan, Penyelidik Senior KNKT, mengungkapkan kendala ini saat ditemui usai diskusi HINO x Forwot di Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025, ICE BSD City, Tangerang, pada Senin. Menurut Wildan, pendekatan terhadap pemilik perorangan jauh lebih sulit dibandingkan dengan perusahaan. Hal ini karena perusahaan memiliki struktur manajemen yang dapat diajak bekerja sama dalam pengawasan dan penanganan.
Salah satu bahaya terbesar yang ditimbulkan oleh truk “sound horeg” adalah proses instalasi perangkat audio yang tidak sesuai standar. Instalasi sembarangan ini berpotensi menyebabkan korsleting listrik dan ketidakstabilan kendaraan. KNKT kini tengah mencari metode pendekatan yang efektif untuk mengatasi masalah keselamatan yang terus meningkat ini.
Tantangan Penanganan Truk “Sound Horeg” Individual
KNKT menghadapi hambatan besar dalam sosialisasi dan penegakan aturan keselamatan terhadap truk “sound horeg” yang dimiliki perorangan. Wildan menjelaskan bahwa menyentuh pemilik individual sangat sulit, berbeda dengan pendekatan ke perusahaan yang relatif lebih mudah karena dapat dimulai dari level manajemen.
Pendekatan yang berhasil diterapkan pada penanganan truk ODOL (Over Dimension Over Load) terhadap perusahaan, misalnya, tidak dapat diterapkan secara efektif pada kasus “sound horeg” perorangan. Dukungan manajemen perusahaan sangat krusial dalam memastikan kepatuhan dan pengawasan. Tanpa struktur ini, upaya penanganan menjadi terhambat.
Selain itu, Wildan juga mengemukakan bahwa pendekatan melalui asosiasi terkait juga dirasa kurang efektif. Asosiasi, meskipun memiliki peran penting, tidak memiliki kekuatan penuh untuk mengontrol secara ketat setiap anggotanya yang memiliki truk “sound horeg”. Ini memperparah kompleksitas dalam menemukan solusi yang komprehensif.
KNKT mengakui bahwa mereka masih mencari jalan keluar dan cara pendekatan yang tepat untuk masalah ini. Mereka memerlukan strategi baru yang mampu menjangkau pemilik truk individual dan meningkatkan kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan oleh modifikasi kendaraan yang tidak standar.
Bahaya Tersembunyi Instalasi “Sound Horeg” Tidak Standar
Ancaman utama dari truk “sound horeg” terletak pada proses instalasi sistem audio yang seringkali tidak memenuhi standar otomotif. Banyak pemilik truk perorangan yang tidak memiliki pemahaman memadai mengenai standar keselamatan dan teknis kendaraan. Ini menyebabkan penggunaan material yang tidak sesuai dan instalasi yang sembarangan.
Penggunaan jumper kabel dan instalasi listrik yang tidak teratur dapat merusak sistem kelistrikan kendaraan secara keseluruhan. Kerusakan ini berpotensi menyebabkan korsleting listrik, yang merupakan pemicu utama kebakaran pada truk. Komponen penting kendaraan juga bisa tidak berfungsi dengan baik, meningkatkan risiko kecelakaan di jalan.
Selain masalah kelistrikan, penambahan perangkat audio yang berat secara tidak proporsional juga menimbulkan dampak serius. Beban tambahan ini dapat mengubah distribusi berat kendaraan, yang secara signifikan memengaruhi kestabilan dan pengendalian truk saat melaju. Truk yang tidak stabil sangat rentan terhadap insiden terguling atau sulit dikendalikan, terutama pada kecepatan tinggi atau saat bermanuver.
Banyak truk “sound horeg” yang dimodifikasi tanpa melalui inspeksi atau sertifikasi keselamatan yang memadai. Hal ini berarti kendaraan tersebut tidak memenuhi standar keamanan yang ditetapkan, menjadikannya rawan kecelakaan. Kurangnya pengawasan dan standar yang jelas dalam proses modifikasi ini menjadi perhatian serius bagi keselamatan transportasi publik.