Tekan Defisit Akhlak Generasi Muda Lewat Tradisi Bertutur
Tradisi mendongeng, bagian dari sastra lisan, efektif bangun kedekatan emosional orang tua-anak, tekan defisit akhlak Generasi Z dan cegah pada Generasi Alpha.

JAKARTA, 20 Maret 2024 (ANTARA) - Defisit akhlak pada Generasi Z menjadi perhatian serius. Namun, tradisi bertutur, khususnya mendongeng, menawarkan solusi efektif untuk membangun karakter generasi muda, khususnya Generasi Alpha yang masih dalam tahap pembentukan karakter. Dengan menghidupkan kembali tradisi ini, diharapkan defisit akhlak dapat ditekan dan nilai-nilai moral dapat ditanamkan dengan lebih efektif.
Generasi Z, yang mahir teknologi, seringkali kekurangan adab dan tata krama. Hal ini menjadi perbincangan publik dan tantangan zaman. Berbeda dengan Generasi Alpha yang masih dapat dicegah melalui pola asuh yang tepat. Kedekatan emosional orang tua dan anak sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter, namun era digitalisasi seringkali menggantikan interaksi langsung dengan gawai.
Mendongeng di rumah dapat meminimalisir kecanduan gawai dan menawarkan beragam manfaat bagi kesehatan otak dan mental anak. Kegiatan ini mempererat ikatan emosional, melatih daya kritis dan imajinasi, memperluas kosakata, dan menanamkan nilai-nilai moral melalui tokoh-tokoh inspiratif dalam cerita. Dengan demikian, tradisi bertutur menjadi solusi alternatif yang efektif dalam membentuk karakter anak.
Tradisi Bertutur: Warisan Nenek Moyang
Tradisi bertutur merupakan peradaban manusia tertua sebelum adanya tulisan. Di Indonesia, tradisi ini kaya akan cerita rakyat, legenda, dan mitos yang diturunkan secara turun-temurun. Dahulu, mendongeng dilakukan orang tua kepada anak sebagai pengantar tidur, menciptakan kehangatan dan kasih sayang. Anak yang mendapatkan kasih sayang berlebih cenderung memiliki hati yang lembut dan mudah dididik.
Namun, kemajuan teknologi dan kesibukan orang tua membuat tradisi ini memudar. Gawai seringkali menjadi pengganti interaksi orang tua-anak. Mendidik anak tanpa kedekatan emosional kurang efektif, menjadi salah satu faktor penyebab defisit akhlak pada Generasi Z.
Untungnya, tradisi mendongeng masih ada dan didukung pemerintah. Dewi Kumala Sutra, pendongeng dari Kampung Dongeng Indonesia, mengungkapkan banyak program pemerintah yang berkolaborasi dengan komunitas pendongeng untuk pelatihan literasi dan memasukkan mendongeng ke dalam kurikulum sekolah.
Kak Dede, sapaan akrab Dewi Kumala, menekankan efektivitas mendongeng sebagai media edukasi: "Menurut saya sangat efektif, karena memang anak itu masanya bermain sehingga ketika kita memberikan materi lewat cerita itu sangat cepat ditangkap oleh anak," ujarnya.
Mendongeng: Kolaborasi Orang Tua dan Guru
Selain orang tua, guru juga berperan penting dalam menanamkan nilai-nilai moral melalui metode mengajar yang menarik. Guru yang mendidik, bukan sekadar mengajar, akan lebih berhasil dalam membentuk karakter siswa. Mendongeng di sekolah dapat melengkapi pendidikan karakter yang diberikan di rumah.
Sally Goddard Blythe, psikolog anak dan konsultan Neuro-Developmental di AS, menjelaskan peran dongeng dalam membantu anak memahami emosi (takut, sedih, marah), mimpi, dan konsekuensi dari setiap pilihan. Diskusi tentang nilai-nilai moral menjadi lebih mudah dipahami melalui dongeng.
Teknologi dan Nilai: Keseimbangan yang Penting
Kemajuan teknologi tidak dapat dihindari. Yang penting adalah memanfaatkannya secara bijak dan meminimalisir dampak negatifnya. Jangan sampai teknologi, khususnya gawai, mendominasi kehidupan keluarga dan mengikis momen kebersamaan.
Kehangatan keluarga sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai agama dan moral. Meskipun defisit akhlak pada Generasi Z sudah terjadi, orang tua masih dapat berperan aktif dalam memperbaiki situasi dengan menghidupkan kembali tradisi bertutur. Untuk Generasi Alpha, tradisi ini dapat dilestarikan sejak dini untuk membentuk karakter yang baik.
Dengan kedekatan dan kehangatan yang terjalin, menanamkan nilai-nilai agama dan membentuk karakter anak menjadi lebih mudah. Seni bertutur bahkan dapat menjadi terapi bagi anak yang sulit diatur.